Saturday, January 24, 2009

Kekuatan Karakter, Pornstar dan Korelasinya


Sumpah, gw sering kepikiran sama orang-orang besar yang namanya dicatat dalam sejarah. Orang-orang besar yang punya kekuatan merubah dunia dalam format ideal yang berbeda dari kehidupan manusia yang biasa, jauh dari cerita biasa sejarah umat manusia.

Seperti kata Khalil Gibran:

Inilah sejarah manusia, lahir, kawin dan mati
Dari dulu juga begitu, lahir, kawin dan mati
Sampai kemudian datang seorang gila dari negeri yang penduduknya lebih berbudaya
Ia berkata, "sejarah manusia bukan cuma lahir kawin dan mati!"

* * * * *

Sering gw diskusi, sebenernya monolog sih, diskusi antara otak dan perasaan mengenai kekuatan karakter itu sendiri. Paling gampang emang pake contoh orang, Bung Karno itu orang besar, Bung Hatta orang besar, tapi kenapa orang ngeliyatnya selalu sosok Bung Karno ya? Gw milih jalan beda, gw teramat kagum sama Bung Hatta dengan segala kepemikirannya dan kesendiriannya. Pemimpin sunyi, pemimpin yang selalu jadi nomer dua di Indonesia. Ketika ada perselisihan konsep dengan Bung Karno serta tak bisa diselaraskan lagi, Bung Hatta lebih memilih mundur dan jadi pertapa. Tapi sayangnya sosok karakter besar itu belum gw temuin di dua anaknya yang ikut-ikutan bertarung dalam kontekstual politik Indonesia, ikut-ikutan sama seperti anaknya Bung Karno.

Pertanyaan yang sama juga ditujukan pada ambivalensi, Musa itu orang besar, namanya dicatat dalam 4 kitab suci agama samawi (Taurat, Zabur, Injil dan Alqur'an). Fir'aun juga orang besar, membawa peradaban Mesir hingga terkenal akan kekayaan budayaannya. Fir'aun juga dicatat dalam 4 kitab suci agama samawi.

Tapi pertanyaannya kenapa ada dikotomi baik & buruk?

Kenapa Maria Ozawa menurut sebagian orang itu dibilang buruk? Apa karna dia bintang porno? Kenapa juga hal-hal baik itu selalu jadi pembelajaran sedang hal-hal buruk ditinggalkan? Boro-boro mau diketahui, apalagi dipelajari.

Baik tak akan disebut baik kalo nggak ada yang namanya buruk, begitu juga sebaliknya. Gw nggak ngebelain Maria Ozawa dengan segala atribut kepornoannya, gw cuma  berusaha menangkap makna dibalik cerita dia. Lahir 8 Januari 1986 di Hokkaido Jepang dari Ibu Jepang dan Bapak Kanada. Umur 12 tahun udah nggak perawan, nyerahin sukarela ke pacarnya. Umur 16 tahun udah jadi model bugil dan bikin orang tua marah. Sampe pas umur 18 tahun, di tahun 2004 dia maen film porno pertama yang diproduseri S1, Production House khusus untuk film porno di Jepang. Di film pertamanya itu dia masih canggung dan nggak mau natap mata pasangannya sama sekali. Maklum baru pertama, selanjutnya makin meliar dan membinal. sampe yang tergoblog, dia mutusin untuk hidup dengan profesi sebagai bintang porno, di bawa semua film-film yang diperaninnya, diputer di depan orang tua.

Tau apa reaksi orang tuanya?

Jelas marah dan malu punya anak binal begitu. Maria Ozawa diusir dari rumah dan nggak diakui lagi sebagai anak. Dia pergi ke Tokyo, mengundi nasib dan sekarang jadi bintang porno termahal, tinggal di apartemen mewah, hidup sendiri.

Jadi inget juga cerita Savannah, bintang porno asuhan Steve Hirsch di Vivid Entertainment dekade 90-an awal. Saat itu dia muda, terkenal, cantik, botoh, asoy, geboy dan banyak yang mimpi bisa nidurin. Cuma Axl Rose, vokalis Guns N' Roses yang sempet dapetin hatinya (juga kelaminnya lah!). Tapi emang dasar Axl binal, Savannah dicampakkan gitu aja setelah bosen, lantas pacaran sama Stephanie Seymour (liat video klip November Rain, cewek cantik yang sama Axl itulah dia). Putus asa karena dikecewain Axl, Slash datang, pacaranlah sama gitaris gimbal ini. Tapi dasar anak band yang cuma pengen kelaminnya doang, Slash bosen sama Savannah, trus diputusin.

Savannah terkatung-katung nggak jelas. Berbagai masalah kehidupan juga tuntutan profesi di industri pornografi yang makin kreatif membuatnya sering merasa galau. Dalam keputusasaannya di satu hari yang naas, Savannah bunuh diri untuk mengakhiri semuanya...

Hiks! Tragis...

Ada lagi yang lebih mengherankan. Ran Asakawa, bintang bokep kelahiran Kanagawa Jepang, 4 September 1980 ini ogah jadi karyawan kantoran. Dari masih SMA udah mikir gimana caranya kerja yang nggak ada hubungannya sama 9 to 5, nggak harus berpakaian serba rapi, nggak harus pake baju juga celana, pun nggak perlu pulak manut-manut sama bos. Yang ada dia milih profesi jadi bintang porno, bukan sembarang bintang porno, tapi bintang porno yang seporno-pornonya.

Bayangin aja, di tahun 2002, entah nafsu, kebelet, ato doyan seks, Ran Asakawa ngebintangin 212 judul film dalam setahun! Berarti dia sama kayak karyawan yang berangkat ke kantor dan bekerja, si Ran ini juga sama, tapi kerjanya ngebokep, halah! Dari keseringan ini, dia dapet penghargaan Guinness Book of World Records atas rajinnya ngebokep ria.

Hebat kan Jepang, penghargaan bergengsi kelas dunia untuk kategori pornografi ini malah disabet sama negera Sakura, justru bukan dari Amerika ato negara-negara yang terkenal sama industri seks dan pornografinya.

* * * * *

Yang paling sering nih, dari kecil kita punya pengalaman buruk mengenal seks. Dilarang nonton bokep! Kalo yang laki-laki ngerinya nggak bisa nahan birahi lantas ada perempuan lewat diperkosa atau bergaul kelewat batas. Buat yang perempuan takutnya nggak bisa nahan gejolak, lantas lher-lheran sembarangan berhubungan seks sama siapa aja. Tradisi ketimuran kita masih tabu ngeliyat perempuan bispak begitu.

Hal yang diambil dari ketertutupan yang nggak pernah dikasih tau sama orang tua, sama guru-guru, sama lingkungan ya itu tadi, nggak boleh begini, nggak boleh begitu. Bisa jadi yang ngasih tau nggak boleh maen perempuan, justru malah ketangkep polisi susila di lokalisasi, bisa kebayang tuh malunya kayak apa. Ngomong kok ya nggak mau ngeliat dirinya sendiri dulu.

Jauh lebih penting memang menguatkan karakter pribadi kita sendiri, keluarga dan lingkungan. Mudah-mudahan, kalo karakternya udah dibentuk dari dulu dengan diliat-liatin segala fenomena kehidupan, orang akan belajar memilah-milah, bahwa ini baik, ini buruk, bukannya dengan melarang mengetahui segala sesuatu yang memang terlarang padahal ujung-ujungnya nanti si anak malah tau dan belajar sendiri, pun mraktekinnya sendiri.

Kadang, gw jadi kangen sama bokap gw yang gebleg (maap Beh, saye bilang gebleg, ha ha ha). Waktu gw masih kecil, masih 5 tahunan gitu, gw diajak nongkrong sama bokap di Jembatan Jatinegara deket rel kereta, di mana di pinggir-pinggir rel kereta itu berdiri rumah-rumah semi permanen yang berfungsi buat 'ngamar'. Ya, itu daerah lokalisasi. Gw yang nggak ngerti perempuan-perempuan berbaju minim itu lewat sliweran depan mata. Gw bingung dan nanya siapa mereka, kenapa begini, kenapa begitu, dlsbg pertanyaan anak kecil. Bokap cuma bilang, "Udah, duduk aja, liat, perhatiin." Cuma itu jawabannya.

Lucunya, ada salah satu pelacur yang nyela bokap gw, "Mau ngamar kok ngajak anak! Orang yang aneh!" Bokap gw cuek nggak peduli. Kita bapak anak yang gebleg cuma duduk di pinggiran rel kereta, kalo ada kereta lewat gw senengnya minta ampun. Menjelang maghrib pulang ke rumah pake motor.

Tapi pas gw kuliah di Jokja, kesan didikan gebleg itu melekat, bahwa ada kehidupan yang beda dan di luar pikiran normal kita bahwa memang ada dan nyata kehidupan yang seperti ini. Bukannya buat dihina, tapi jadi komparasi, bahwa ada kebaikan dan ada keburukan, kehidupan itu selalu begitu. Jauh lebih penting mengingat semua itu saling melekat bak sisi mata koin.

Saat nemenin temen ke Sarkem, daerah lokalisasi kelas teri di Jokja, malah ada perek yang ngajakin gw ngamar dengan gratis begitu tau gw perjaka ting-ting. Cukup gw tolak dengan kedipan, gw bilang lagi nggak mood dan emang lagi males, gw juga eneg dan nggak terbiasa minum jamu kuat ha ha ha... Swear, ini nyata apa adanya. Alhamdulillah gw masih kejaga nggak kenalan antar kelamin tanpa halang sama lawan jenis (apalagi yang sejenis, jijay abis tau!). Sampe akhirnya gw nikah, berkenalan antar kelamin tanpa halang itu juga cuma sama istri doang, sampe sekarang. Tapi buat urusan ngenalin kelamin gw ke kelamin yang sesama jenis tanpa halang, sampe sekarang dan sampe kapanpun gw nggak akan pernah mau, apalagi berminat!

Hiiiiiiiiiyyyyyyyyy...! Ngeriiiii....!

Jadi, memang ada baiknya membuka semua itu setransparan-transparannya, baik jangan dikatakan baik, buruk jangan dikatakan buruk, kasih aja semua fakta kehidupan dan biar si anak yang menilainya sendiri, memasukkannya ke dalam memori otak tentang beragamnya kehidupan. Bahwa kehidupan itu memang nggak ada yang sempurna, nggak ada yang ideal. Jauh lebih penting menguatkan karakter kita sendiri, menciptakan keidealan juga dimulai dari diri sendiri, keluarga, juga lingkungan, tanpa memaksa... (duile, belagu amat gw sok beragitasi, ha ha ha)

Udah ah, tulisan goblog aja kok pake kepanjangan...

Jangan sampe larut ya? He he he...



Luqman Hakim
   Orang Biasa
   25 Januari 2009


Monday, January 12, 2009

[REVIEW] Perempuan Berkalung Sorban; Dunia Butuh Perempuan Pemberani!

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama

"Perempuan juga harus punya semangat revolusioner", setidaknya itu yang saya dapat setelah menonton film ini, "Perempuan Berkalung Sorban" (selanjutnya disingkat PBS). Film berdasar novel Abidah el-Khalieqy yang berjudul sama, ditranslasi ke layar lebar oleh Starvision lewat sutradara Hanung Bramantyo yang melariskan film Ayat-Ayat Cinta.

Blak-blakan saja, saya tidak begitu tertarik menonton film-film Hollywod juga Indonesia, saya lebih suka film Indie atau film yang memang ditujukan bukan untuk komersil. Biasanya film-film begitu banyak titipan atau malah adegan yang dilebih-lebihkan. Tapi demi melihat Revalina S. Temat saat dijilbabi jadi malah tambah cantik, saya tertarik untuk menontonnya. Toh gratis, apalagi di hari pertama yang memang untuk kalangan terbatas juga untuk para jurnalis dan pekerja media.



Buat saya PBS ini bukan film religi, meski memang mengangkat kehidupan Pondok Pesantren Al Huda di daerah Jombang, Jawa Timur, lengkap dengan prosesi kehidupan para kyai, ulama dan santri-santrinya.

Dikisahkan seorang perempuan kritis, Annisa (Revalina S. Temat), banyak bertanya tentang keberadaan perempuan dalam peranannya di dunia sekarang. Hidup di dunia yang sudah modern di format cerita setting tahun 1997, berkilas-balik ke kehidupan tahun 1985 saat kecilnya yang juga sudah kritis, mengalami banyak pergulatan pemikiran atas dominasi perempuan dalam kacamata Islam.

Annisa bukan Kartini yang membingungkan, Annisa juga bukan Che Guevara tokoh revolusioner legendaris, Annisa tetaplah Annisa yang digambarkan oleh Abidah sang penulis cerita sebagai sosok perempuan yang galau dengan peran pesantren menyikapi perempuan dalam sudut pandang keilmuan. Larangan banyak bertanya, sikap nurut dan manut perempuan dalam kultur pondok pesantren membuat tokoh cerita ini jadi terseok-seok menghadapi kehidupan. Semua yang direncanakan berjalan tidak mulus sesuai rencana.

Annisa yang jatuh cinta pada Chudori (Oka Antara) harus melepaskan cinta itu dan dinikahkan dengan Samsudin (Reza Rahardian), anak dari rekan ayahnya sesama Kyai. Adegan yang berlebihan, alur di awal yang hampir mirip sinetron-sinetron kebanyakan sempat membuat saya ingin muntah. Dulu saya pernah protes pada ceramah Shalat Jumat yang sempit dan tak universal. Aksi ini tentunya bikin jama'ah lain bingung, heran, aneh, bahkan kesal pada saya yang berani-beraninya mengkritik pengkhutbah Shalat Jumat. Baru setelah disadarkan oleh teman yang memang lebih mengerti, saya tinggalkan cara itu, paling kalau saya tak suka dengan ceramahnya, saya tinggal dan mencari masjid lain. Apalagi cerita di film ini, adegan di mana Annisa ditidakadilkan oleh Samsudin suaminya, Annisa yang dimadu, Annisa yang dipukul dan diperkosa oleh suaminya sendiri meski tak cabul cukup membuat saya berdiri dari bangku untuk segera meninggalkan gedung bioskop Planet Hollywood 21.

Saya tak suka alur cerita yang berlebihan, jauh dari dunia nyata meski itu jelas nyata dan ada di kehidupan. Tapi demi ingin mengambil intisari film ini, saya paksakan menonton sampai selesai. Di bagian tengah, Chudori yang pulang dari belajar di Al-Azhar, Kairo, Mesir dan bertemu Annisa, saya duduk tenang lagi di bangku. Chudori dengan karakter yang tenang bertemu Annisa yang tengah galau. Namun rasa ingin muntah itu datang lagi saat mereka dituduh berzina dan akan dihukum rajam. Alur yang tertebak, sama seperti Al-Masih saat membela pelacur yang akan dirajam, Nyai Muthmainah, Ibu Annisa (Widyawati) berdiri dan membela, "Siapa yang tak berdosa boleh merajam mereka!" Begitu katanya.

Alur terus bergulir dan saya pun kembali tenang lagi di bangku penonton. Adegan tentang setting Jokja dan kehidupan pondok pesantren meski saya tak pernah mondok, sempat membuat saya jadi sentimentil secara subyektif. Saat kecil saya terbiasa menjalani dua sekolah, pagi di SD Muhammadiyah dan siang sekolah di Ibtidaiyah, capek dan berat menjalani dua kehidupan begitu. Kakek saya dari ayah di Medan yang memang ulama sering menekankan prinsip-prinsip dasar Islam di keluarga. Pun kakek dari ibu yang aktivis Muhammadiyah sering mengajak saya kecil ke kantor PP Muhammadiyah di Menteng, membuat saya kecil sering terbengong-bengong melihat diskusi kakek dengan para tokoh Muhammadiyah kala itu, salah satu sahabat kakek saya adalah K.H. E.Z. Muttaqin yang namanya diabadikan jadi salah satu nama gedung di Unisba (Universitas Islam Bandung). Namun saat kedua kakek saya meninggal, saya jadi teringat fondasi dasar yang ditanamkan di keluarga. Saat menonton beberapa adegan yang memang mengkisahkan tentang pendidikan Islam, membuat saya beromantisme dengan kehidupan pendidikan Islam yang juga saya alami.

Islam itu mudah bukannya jadi bisa dipermudah. Islam itu rumit meski juga bukan untuk diperumit. Ada kesan memang di novel PBS Abidah El Khalieqy mencoba mendobrak tatanan baku kultur Jawa Islam dalam pondok pesantren memperlakukan perempuan. Abidah, beberapa situs yang saya browse banyak mengkritisi pemikiran-pemikirannya. Pun ada yang secara gamblang menjulukinya sebagai Feminis Rasis (klik ini). Tapi dari memilih judulnya saja saya sudah kagum. Arti di balik "Perempuan Berkalung Sorban" adalah perempuan yang memang menuntut kesetaraan dan egaliter. Sorban itu identik dengan laki-laki dalam khazanah kultur muslim, itulah yang diangkat oleh Abidah di novelnya.

Entah, saya belum membaca novelnya yang diterbitkan tahun 2000, belum bisa membandingkan plot film dan alur cerita novel. Tapi menontonnya saya relatif cukup menikmati, beromantisme sedikit dengan Jokja dan kehidupannya. Adegan membaca buku terlarang di masa Orde Baru, Bumi Manusia-nya Pramudya Ananta Toer sampai dibakar oleh para Kyai, saya punya romantismenya tersendiri. Saya membaca buku terlarang itu di Jokja juga buku-buku terlarang lainnya, dapat dari Shopping, salah satu daerah di belakang Benteng Vredeburg yang memang pusatnya banyak buku. Entah apa yang dilarang saya juga bingung, isinya bagus begitu kok dilarang pemerintah. Saya juga teringat salah satu aktivis di UGM yang kala itu mem-fotocopy buku Das Kapital-nya Karl Marx dan membuat kajian diskusi di Gelanggang Mahasiswa UGM. Diskusi belum selesai, meski cuma buku filsafat ekonomi, demi mendengar kata sensitif 'Karl Marx', semua peserta diskusi ditangkap dan dipertanyakan ideologi Pancasilanya. Si pem-fotocopy dan juga fasilitator diskusi ditangkap dan dipenjara 10 tahun. Sungguh masa-masa pembodohan bagi yang kuliah di jaman itu, pentutupan diri dari dunia luar dan takut akan segregasi ideologi.

Kelemahan detailnya mungkin pada mesin tik yang digunakan di tahun 1997. Okelah, buat yang pernah kuliah di Jokja masa-masa itu pasti tahu, meski komputer belum booming seperti sekarang tapi rental bertumbuhan bak jamur di mana-mana. Sedikit sekali yang memakai mesin tik. Khusnudzon saya mungkin tokoh cerita di sini adalah yang sedikit itu, tapi apa mungkin dengan setting LBH Yogyakarta tak ada komputer? Agak bingung juga, mungkin iya. Kalau iya, berarti kota tempat saya banyak belajar kehidupan ini terbelakang sekali dong! Tak usah juga bicara internet di tahun ini, belum ada. Tapi beberapa tahun kemudian di tahun 2000 awal, Jokja justru jadi pusatnya para hacker dan kota yang tergolong paling melek IT dan hebat dibanding kota-kota lain.

Saya relatif menikmatinya justru di bagian tengah dan akhir, saat di mana dengan kegigihannya Annisa menunjukkan diri bahwa perempuan juga bisa sama cerdas seperti laki-laki, namun ketergantungan pada laki-laki (yang baik tentunya) juga ada. Annisa yang begitu mencintai Chudori, sempat goyah saat suami keduanya yang tercinta meninggal tertabrak mobil. Sama persis seperti pandangan perempuan yang ditulis di buku 'Cinderella Complex', diangkat oleh Colette Dowling, dengan hal 'women's fear of independence', bahwa kodrat manusia, laki-laki dan perempuan memang saling mencintai, bahwa wanita juga punya ketakutan akan kemandirian.

Menonton film ini sesudahnya bisa juga ada sisi menyesal saya ke istri, di mana ketika baru menikah, istri saya yang (sepertinya) golongan Akhwat Fillah atau kalau Hassan Al Banna juga mendirikan Akhwatul Muslimat selain Ikhwanul Muslimin, istri saya yang (sepertinya) dari golongan itu jadi berubah 180 derajat. Saya yang tak berasal dari kalangan itu, saat itu yang gondrong, jeans dekil dan baju baju gambar tengkorak pernah dipandang tak enak oleh golongan ikhwan rekan istri saya. Awalnya masih bisa cuek lama-lama tak sabar, saya debati, saya pengen tau pola pemikirannya tentang Islam. Bila dulu saat baru menikah, istri saya pernah bilang kalau tak bisa memuaskan sebagai istri, saya sebagai suami boleh menikahi lagi. Saya kaget dan tak terbiasa dengan pola pemikiran yang melenceng dari egaliter, pun tak ada di keluarga saya yang poligami. Saya mengajaknya mencari dalil-dalil tentang perempuan di Islam, menunjukkannya bahwa perempuan itu memang punya hak dan kewajiban yang berbeda dengan laki-laki namun memiliki derajat yang tak kalah tinggi bahkan bisa lebih tinggi dari kaum Adam. Dalil yang menegaskan perempuan di bawah kendali suami itu kebanyakan dhaif dan dipertanyakan mutawatir juga sanad-nya. Kini istri saya kelewat mandiri dan sering mendebati, awalnya saya senang tapi lama-lama kewalahan. Ternyata saya masih egois, masih chauvinist bahwa laki-laki segalanya, he he he... Memang sudah seharusnya semua laki-laki membuang paham man chauvinism itu jauh-jauh bila ingin ada kesetaraan.

Itulah yang saya dapat dari film ini. Perempuan sebagai sosok revolusioner yang diwakili oleh Annisa. Seperti kata Subhan teman saya yang kita diskusi sedikit selesai menontonnya, film ini masuk kategori BO (Bimbingan Oelama), bilamana menontonnya dalam konteks yang sempit, kita akan menganggap bahwa Islam itu kaku, Islam itu jahat terhadap perempuan, padahal itu adalah potret kultur Jawa Islam dalam format kehidupan pondok pesantren. Jangan berharap iman akan menebal bilamana menonton film ini, bisa jadi malah sebaliknya, menuduh Islam itu tak humanis dan universal meski yang patut disalahkan adalah kulturnya, bukan agamanya. Makanya juga, "Perempuan Berkalung Sorban" ini saya katakan bukanlah film religi meski sarat kisah dengan bumbu Islam.

Mending nggak usah nonton sendirian kalo ujung-ujungnya dapat pemahaman yang tak jelas tentang Islam! Mintalah ditemani oleh Oelama, tentunya Oelama yang egaliter, Oelama yang universal dan humanis, bukan Oelama yang ada di puncak gunung dan membayangkan kehidupan dari kitab-kitab usang yang sudah menguning, tak sadar bahwa membaca Al Qur'an pun bisa dilakukan lewat HP...

Tuesday, January 6, 2009

Tempat-Tempat Suci di Palestina



Adanya tempat-tempat suci tiga agama samawi (Yahudi, Kristen dan Islam) di Palestina, menjadikan tanah harapan yang beralih tanah sengketa, merupakan pusat perhatian dunia sejak berabad-abad lamanya.


Sumber Tulisan: luqmanhakim.multiply.com

Tembok Ratapan (Wailing Wall)


Terletak di Bait Suci Kota Yerusalem, merupakan sisa bangunan kejayaan Kerajaan Nabi Sulaiman sekitar tahun 960 SM. Namun saat Raja Herodus (73–4 SM), raja peralihan dari kerajaan Israel Kuno (Jewish) dengan Romawi berkuasa, bangunan ini diperbaiki dan dibuat Kuil Herodus di tahun 19 SM. Kuil itu tak bertahan lama, beberapa tahun kemudian sekitar 70 M dihancurkan oleh bangsa Romawi saat peperangan.

Orang Yahudi, di mana ketika Kuil Herodus ini jadi tempat ibadah dan diruntuhkan oleh orang Romawi, mereka meminta pada penguasa untuk diperbolehkan lagi beribadah di sana. Mereka percaya bahwa ketika bangunan ini dihancurkan, ada beberapa bagian yang tidak hancur dan dianggap sebagai tempat kediaman 'Shekhinah' atau tempat hadirnya Tuhan. Berdoa di tempat ini sama artinya dengan berdoa pada langsung Tuhan. Baru pada masa pemerintahan Byzantium yang dipimpin oleh Ratu Aelia Eudocia, di tahun 425 M orang-orang Yahudi diperbolehkan beribadah lagi di tempat ini.

Disebut Tembok Ratapan (Wailing Wall) ini semua lagi-lagi karena ulah bangsa Barat, ketika Inggris mendarat di tempat ini tahun 1917 M saat Perang Dunia I, melihat sekumpulan orang Yahudi yang tengah berdoa sambil meratap-ratap penuh penyesalan, mereka menamainya dengan sebutan itu.

Tata cara berdoanya memang seperti itu, selain juga menulis di atas kertas permintaan doa-doa mereka dan menyisipkannya di celah-celah dinding agar langsung dijawab oleh Tuhan.


Gereja Kelahiran (Church of Nativity)
 


Tepat di jantung kota Betlehem, Palestina, di atas sebuah (Holy Crypt), berdiri gereja tempat kelahiran Yesus Kristus. Menurut beberapa pendapat, gereja ini dibangun di masa tahun 100–165 oleh misionaris St. Justin Martyr. Namun pendapat lain mengatakan bahwa dibangun oleh Raja Constantine I di tahun 330 M.

Setiap tahun tempat ini ramai oleh para peziarah yang ingin beribadah dan merayakan Natal tahunan atau hari kelahiran Yesus langsung dari tempatnya dilahirkan.


Masjidil Aqsa


Tempat suci umat Islam, terletak di Kota Lama Yerusalem dengan bagian dasarnya adalah Tembok Ratapan (Wailing Wall). Dibangun pada masa Kekhalifahan Umayyah (Dinasti Bani Umayyah) oleh Khalifah Abdul al-Malik dan baru selesai di masa pemerintahan anaknya, Khalifah al-Walid pada tahun 705 M atau tahun 73 H.

Masjidil Aqsa, lokasi yang sempat menjadi kiblat pertama sebelum dipindah ke Ka'bah di dalam Masjidil Haram, tempat yang dulunya bernama 'Baitul Maqdis'.

Bangunan yang pernah hancur beberapa kali akibat gempa bumi tahun 746 M dan diperbaiki di masa Khalifah al-Mahdi tahun 780 M. Gempa bumi kedua tahun 1033 M dan meruntuhkan sebagian besar bangunan masjid, dua tahun sesudahnya diperbaiki kembali di masa Khalifah Ali az-Zahir.

Masjid ini sempat dibakar Israel tanggal 21 Agustus 1969 M, dan direnovasi kembali. Lucunya, mimbar Saladin yang rusak saat dibakar itu oleh Dinasti Bani Hasyim, penguasa Kerajaan Yordania diganti dengan mimbar buatan Jepara, Indonesia. Keluarga Bani Hasyim yang dipercaya masih keturunan langsung Nabi Muhammad, menurut tradisi Arab merupakan keluarga yang bertanggungjawab dalam pemeliharaan tempat-tempat suci Islam di kawasan ini.

Tambahan:


Kubah Shakhrah (Dome of Rock)


Terletak di dalam tembok kompleks Al-Haram Asy-Syarif yang berada di dalam tembok Kota Lama Yerusalem. Sering disalahartikan sebagai Masjid Omar yang merupakan tempat Sayyidina Umar Bin Khattab bershalat ketika tiba di Baitul Muqaddis.Yang paling sering disalahkaprahkan, bangunan ini sering dikira Masjidil Aqsa, padahal bukan. Ini adalah bangunan Islam tertua yang memang bagian dalam komplek daerahnya memanjang sampai ke Masjidil Aqsa, di mana di dalamnya itu terdapat sebuah batu besar yang dipercaya merupakan tempat berdirinya Nabi Muhammad saat berangkat Isra' dan Mi'raj ke Sidratul Muntaha.

Dibangun sekitar tahun 687 sampai 691 M di masa pemerintahan Umaiyyah oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan.



Luqman Hakim
Rabu, 7 Januari 2009

Dari berbagai sumber

Monday, January 5, 2009

Palestina, Israel dan Daerah yang Direbutkan


Konflik panjang yang tak kunjung usai sejak 1946. Sebenarnya, siapa Palestina? Siapa Israel? Apa yang diperebutkan? Tulisan berikut (mudah-mudahan) membahas secara lengkap latar belakang polemik panjang yang tak pernah selesai.


Sumber: luqmanhakim.multiply.com


Sumber: occupiedpalestine.wordpress.com
Daerah yang Direbutkan

Sebidang tanah berbentuk pedang, tanah suci bagi 3 agama (Islam, Kristen dan Yahudi), merupakan tanah tua yang telah memiliki peradaban jauh lebih lama sejak masa sebelum Masehi.

Di daerah Bethlehem, gua Shuqba dekat Ramalah dan Wadi Khareitun, arkeolog menemukan fosil yang diduga berasal dari kebudayaan Natufian (12800-10300 SM). Selain itu di Tel Abu Hureura, Ein Mallaha, Beidha dan Jericho juga ditemukan fosil yang diduga berasal dari jaman periode 10000-5000 SM, di mana manusia purba di masa itu telah menemukan cara bercocok tanam dan bermasyarakat.

Di tanah ini pula, dulunya berdiri banyak kerajaan, salah satunya adalah kerajaan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman raja sekaligus nabi yang dikenal oleh 3 agama. Sampai akhirnya Persia lewat Iskandar Agung (Alexander The Great) menaklukkan daerah ini di masa Pemerintahan Helenistik (333 SM). Tak cuma itu, Jendral Pompey dari Romawi (63 SM) juga ikut menginvasi, mendatangkan kaum urban dan menetap. Jangan lupa, di masa ini saat sebelum Masehi, yang ada baru agama Yahudi dan belum lahir agama-agama samawi lain macam Kristen apalagi Islam. Agama Yahudi lahir dari Nabi Musa, yang umat-umatnya sangat terkenal akan pembangkangan.

Masa Agama Kristen
Ada pada masa pemerintahan Byzantine saat Romawi berkuasa (330-640 M). Di masa itu, Kaisar Constantine menyebarkan ajaran agama Nasrani pada penduduk Yahudi dan membangun Gereja Sepulcher di Jerussalem. Di periode ini urbanisasi meningkat, banyak orang senang pindah ke tempat ini karena tanah yang subur, penduduk yang mudah beradaptasi dan menerima dengan tangan terbuka para pendatang urban.

Masa Agama Islam
Kerajaan Persia mengalahkan kekaisaran Romawi di tempat ini pada Perang Yarmouk di tahun 636 M. Kemudian di tahun 638 M, Khalifah Umar Bin Khattab mengadakan perjanjian damai (Perjanjian Umariya) yang ditandatangani bersama antara sahabat Rasulullah SAW dengan Gubernur Byzantium di Jerussalem, Safforonius. Perjanjian untuk saling menjaga dan menghormati hak-hak beragama, Yahudi diperkenankan kembali ke tempat ini di mana sebelumnya sempat diusir pada masa pemerintahan Romawi (sekitar tahun 500 M), masing-masing umat bebas menjalankan ibadahnya masing-masing dalam konteks toleransi umat beragama.
Cukup lama masa Pemerintahan Islam di tempat ini (630-1918 M), sebut saja sejak diduduki Persia, kedatangan Khalifah Umar Bin Khattab, Pemerintahan Umayyah, Abbasiyah, Fathimid, Saladdin Al Ayyubi, Mamluk, sampai Ottoman.

Perang Salib
Tanah pedang yang begitu mempesona, sampai begitu banyak orang, kelompok dan golongan yang ingin menguasainya. Saat masa pemerintahan Islam di tahun 1095, Kerajaan Bizantium yang dulu sempat berkuasa ingin mengambil alih kekuasaan ini lagi, mengembalikan kekuasaan Yerussalem di bawah naungan ajaran Kristen Ortodoks.
Perang yang disebut sebagai perang suci ini lebih pada pertikaian bersenjata, berlangsung selama berabad-abad lamanya. Bukan perang agama, tapi lebih pada perebutan kekuasaan dan kekayaan, di mana memunculkan kelompok Islam yang tengah berkuasa dan Nasrani yang sempat berkuasa dan ingin mengembalikannya lagi.
Dari perang ini memunculkan nama Saladin Al Ayyubi sebagai pahlawan dalam dunia Islam.

Perebutan Wilayah
Sampai kemudian di abad 20, tempat ini jadi daerah persinggahan negara-negara yang Perang Dunia I karena letaknya yang tepi laut. Anehnya, Perdana Menteri Inggris kala itu, Arthur Balfour  mengeluarkan Deklarasi Balfour 1917 yang kontroversial, menjanjikan orang Yahudi kembali ke tanah ini, didukung oleh negara-negara yang saling pamer kekuatan di Perang Dunia. Dari sinilah awal mula pertikaian perebutan tanah harapan berbentuk mata pedang.
Parahnya, negara-negara adidaya itu ikut campur masalah Palestina Israel. Lewat Mac Donald White Book 1939 yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Urusan Koloni Britania Raya, Malcom Mac Donald, memutuska gagasan membagi Palestina berdasarkan mandat Britania 1922 sebelumnya, membentuk Palestina merdeka yang diperintah bersama-sama oleh orang-orang Arab dan Israel.




Palestina

Negara berbentuk Republik Parlementer, secara de facto berdiri tanggal 15 November 1988 saat Pemimpin PLO (Palestine Liberation Organization), Mohammed Abdel Rahman Abdel Raouf Arafat al-Qudwa al-Husseini atau yang lebih dikenal dengan Yasser Arafat, mengumumkan berdirinya negara Palestina dari markas besar PLO di Algiers, Aljazair. Lewat sejarah yang panjang, negeri ini sudah mengusahakan berdirinya negara sendiri sejak jaman pemerintahan Ottoman, apalagi saat negara-negara adidaya ikut campur masalah dalam negeri mereka dan memisahkan batasan-batasan yang sulit diterima akal sehat.

PLO berdiri tahun 1964, keinginan untuk berdiri sendiri sebagai satu negara merdeka. Namun konvensi negara-negara adidaya, bahkan PBB menghancurkan mimpi-mimpi mereka. Yasser Arafat yang menjadi pemimpin PLO Dari pertama berdiri hingga wafatnya 11 November 2004 kurang mendapat dukungan dari mereka, terutama AS karena lobby-lobby politik yang digencarkan Israel di PBB pun Uni Eropa.

Hamas (Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah) atau Gerakan Perlawanan Islam berdiri tahun 1987, Intifadah (berasal dari bahasa Arab yang berarti 'melepaskan diri') juga berdiri di tahun itu, mereka sama-sama menolak negara mereka dipecah-pecah oleh bangsa asing.


Israel

Berdasarkan mandat Britania tahun 1922, Israel langsung memproklamirkan negaranya tanggal 14 Mei 1948. Sehari kemudian langsung diserbu Libanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak, dan negara-negara Arab lainnya. Diserbu banyak negara tak membuatnya kehilangan akal, mendatangi PBB dan meminta suaka. PBB merestui bahkan memberikan bagian yang lebih lagi untuk negara yang dilarang berdiri oleh 3 kitab suci, pun agama mereka sendiri.

Orang Israel yang diusir sejak jaman pemerintahan Romawi (sekitar tahun 500 M), sudah berpikir keras untuk kembali ke tanah mereka lagi. Gerakan Zionisme lahir, gerakan untuk kembali ke bukit Zion, tanah kelahiran orang Israel dimana Yerussalem berdiri. Gerakan yang tumbuh saat pemerintahan Ottoman merupakan gerakan Yahudi Internasional yang dipakai oleh perintis kebudayaan Yahudi, Mathias Acher (1864-1937) dan diorganisasi oleh beberapa tokoh Yahudi lainnya. Doktrin yang dikonkritkan melalui Kongres Zionis sedunia pertama di Bassel, Swiss, 1897.


Sedikit-demi sedikit, Israel memang ingin menguasai seluruh daerah ini, sebagaimana mereka menganggap ini adalah kejayaan mereka dari dulu. Israel akan mengusir semua orang Palestina dari tanah ini, tanah yang telah mengusir mereka ribuan tahun lalu di masa pendudukan Romawi. Pun saat Perjanjian Umariya 638 M, saat Persia mengijinkan mereka kembali dan hidup bersama sebagai keluarga yang rukun meski berbeda keyakinan tak membuat mereka puas, mereka ingin kembali utuh ke tempat ini sesuai semangan Zionis. Padahal, pengusiran kaum Israel ini sudah tercatat di kitab suci Islam dan Nasrani, bahkan kekhawatiran akan kembalinya mereka ke tanah ini adalah alamat bencana bagi bumi.

Sesungguhnya perang ini bukan perang negara, lebih pada perang agama dan ideologi, bangsa Israel sebagai klan bangsa terusir ingin hidup dalam negara sendiri dan menjauhkan agama lain sebagai agama negara. Islam yang masuk sejak tahun 636 M, di mana di tempat ini adalah orang-orang yang sama meski beda keyakinan, diusir balik oleh mereka orang Yahudi, apalagi Islam dengan Palestinanya...


* * * * *

Itulah latar belakang kenapa semua orang (tak cuma umat Islam) di seluruh dunia wajib marah atas penyerbuan Israel ke daerah Jalur Gaza ke pemukiman Palestina. Bahkan, konsensus para Rabbi (fatwa para pemuka agama Yahudi) mengatakan bahwa diperbolehkan membunuh anak-anak dan wanita-wanita Palestina selama itu untuk memerangi mereka yang bukan sealiran dan mengusir jauh dari tanah ini... (Sumber ini masih dipertanyakan kebenaran data dan faktanya).



Luqman Hakim
Senin, 5 Januari 2009

Note:
Mohon tidak mengeluarkan kata-kata kutukan pada siapapun di-blog saya. Jauh lebih baik berpikir bagaimana membantu orang-orang yang tertindas di Palestina, ketimbang marah, mengutuk dan meracau. Bisa dengan membantu menyebarkan latar belakang sejarah ini pada siapa saja, agar sedih ada dasarnya, kecewa ada dasarnya, marah pun ada dasarnya, nggak taqlid semata. Mohon tetap mencantumkan sumber aslinya luqmanhakim.multiply.com.

Terimakasih sudah membaca!



Friday, January 2, 2009

Kisah Seekor Elang Tua dan Anaknya


Di atas tebing curam dan terjal, seekor elang tua berkata pada anaknya,

"Nak. Lihatlah tebing tinggi di seberang sana. Bilamana dapat kau capai, hilanglah galaumu. Terbanglah melintasi hari dan waktu! Kejar mangsamu yang lari ketakutan, cengkramlah ia dengan cakarmu yang kokoh!"

Sang anak terdiam, namun sang ayah masih terus melanjutkan.

"Gebalaumu takkan sanggup menghentikan waktu. Ia akan terus berlari mengejar awan tanpa kenal lelah. Jalanmu hanya satu, tidak menjadi bangau, nuri, kutilang, apalagi gagak! Mereka ada suratannya tersendiri. Kita cukup menunggu hujan tanpa perlu mencari aliran sungai jernih di bawah sana. Tempat kita di batu karang dan gurun, bukan di atas dahan-dahan pohon rindang!"

"Tapi ayah..." ujar sang anak.

"Menjadi lemah itu bukan milikmu!" potong sang ayah. "Sayapmu takkan tumbuh dalam rengekan. Kau tetap dalam keterasingan panjang sampai sadar bahwa sarangmu ada di puncak gunung tertinggi. Tempatmu bukan di dalam sangkar indah, menunggu harap antaran saji dan membalas kebaikan dengan kicauan merdu. Suaramu adalah lengkingan alam raya, gelegar petir membelah muramnya pekat langit, bukan alunan pengusir sepi rumah-rumah hampa!"

"Tapi ayah..." ujar sang anak.

"Bukan tolakanmu yang mengantar kedewasaan! Kekuatanmu ada pada cakrawala! Pada bulir-bulir hujan yang menyuburkan benih, pada gemuruh halilintar menunggu diburu, pada penantian mangsa yang menunggu tubuhnya terbaring di haribaan bumi! Jangan menanti manjamu menggerogoti hari! Terbanglah tinggi mencari sang sejati!"

"Tapi ayah...!" ujar sang anak.

"Kupotong paruhmu bila terus merajuk! Untuk apa menumbuhkan cakar bila terus mempertanyakan siapa dirimu! Kuatlah seperti karang! Hadapi ombak dengan kokohmu, bukan dengan rewelan yang membisingkan telinga! Desing lebah masih lebih berarti ketimbang rewelanmu!"

"Tapi ayah...!!!" ujar sang anak tegas dan keras. Kali ini ia benar-benar marah. "Kapan kita berburu bila ayah terus bicara?! Aku lapar! Burung meriwis lewat tadi, menanti kutangkap malah terlepas demi mendengar khotbah ayah! Ada lagi yang perlu dibicarakan?! Teruslah berbicara sampai pagi, sampai buruan kita pergi tidur dan kita pun terlelap dengan perut lapar lagi!"

"Ya sudahlah kalau begitu…" Ujar sang ayah nelangsa. Anaknya sudah besar, ternyata...




Luqman Hakim
Sabtu, 17 Februari 2001

Tulisan goblog waktu (sok) belajar kiasan bahasa sastra, ternyata emang nggak bisa dan tetep ngaco, ha ha ha...


Thursday, January 1, 2009

CHE, A Revolutionary Life


Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Other
Icon yang Tak Pernah Mati


Banyak yang tau, tapi sedikit yang mengenal, siapa Che Guevara?

Film yang berkisah perjuangan revolusioner Ernesto Guevara berdasarkan buku "Reminiscences of the Cuban Revolutionary by Ernesto 'Che' Guevara". Buku kenang-kenangan yang ditulisnya saat mendampingi Fidel Castro memimpin revolusi Cuba.

Kisah ini diangkat Steven Soderbergh untuk mengenang tokoh revolusioner legendaris yang bergeser menjadi icon perjuangan tak kenal takut, icon yang kerap diusung demonstran di kalangan mahasiswa saat mengkritisi kebijakan pemerintah, pun melenceng jauh jadi icon di kalangan industri fashion sebagai simbol pemberontakan dan anti kemapanan.

'Che', sebutan yang berarti 'Bung' dalam bahasa Spanyol, dilekatkan pada Ernesto Guevara yang asli Argentina, diceritakan banyak mengalami kesulitan saat memimpin revolusi Cuba. Di bulan Juli 1955 saat berada di Mexico City, ia dikenalkan dengan Fidel Castro, yang mengajaknya bergabung untuk menggulingkan diktator Cuba saat itu, Fulgencio Batista. Che bertanya balik, apa Castro punya uang untuk revolusi? Dijawab singkat, 'belum'. Bertanya lagi apakah punya pasukan? Castro menjawab ada beberapa yang siap untuk melakukan revolusi dan beberapa di antaranya ada di Mexico City. Dan, di sinilah awal dari seorang dokter alumni Fakultas Kedokteran, Universitas Buenos Aires, Argentina, memutuskan diri menjadi sosok pejuang revolusioner.


3 Movie Poster yang berbeda-beda namun tetap 1 film

Film yang melompat-lompat, dibuka dengan setting Havana di bulan Mei 1964, kamera yang menggambarkan sosok khas Che (diperankan oleh Benicio Del Toro), mata yang tajam, bibir yang tak lepas dari cerutu dan jenggot yang tak terurus rapi. Adegan lompat ke bulan Maret 1952 saat kerusuhan Cuba menentang diktator Fulgencio Batista. Kemudian setting cerita lompat dan lompat lagi ke tahun-tahun di mana beberapa peristiwa penting yang menandakan sejarah Che memimpin revolusi.

Che memimpin gerakan dengan gayanya yang kharismatik, seperti kata Castro, Che punya kekuatan diplomasi politik yang baik namun tetap slebor dan sembrono. Bisa dilihat saat menangani anak buahnya, Esteban yang mbeling, merasa hebat ikut dengan gerakan revolusioner Che, tapi sering membantah dan tak mau menurut. Sampai akhirnya Esteban sudah keterlaluan, mengaku-ngaku sebagai Komandan Garis Kedua di Pasukan Castro yaitu Almeida, memeras rakyat bahkan memperkosa anak dari Juan Carloz Estevez, warga sipil biasa. Che tak bisa lagi mendiamkan, lalu menghukum mati Esteban dengan hukuman tembak.

Dalam perjuangannya, Che bertemu dengan seorang wanita cantik pejuang revolusioner juga, Aleida March de la Torre (diperankan oleh Catalina Sandino Moreno), yang kelak dinikahi dan jadi istri keduanya.

Che yang sudah menikah dengan gadis Peru, Hilda Gadea dan memiliki seorang putri yang bernama Hildita, tak dikisahkan latar belakang keluarganya di film ini, istri dan anak Che. Film yang hanya mengisahkan sisi heroik Che dengan segala idealisme revolusinya. Che yang mengharamkan pasukannya merampas harta dan hak rakyat, Che yang lebih memilih jalan kaki daripada harus merampas mobil warga sipil, dan Che dengan segala kekuatan diplomasinya di PBB.

Che memang icon yang tak pernah mati. Bilamana berharap banyak dari film ini, menonton aksi perang yang dilakukan Rambo pada Vietcong, tak akan ketemu di sini. Peperangan yang ada itu adalah adegan film yang alami dan tak berlebihan seperti tokoh Rambo. Che yang ikut bersama pasukannya di garda depan, menyerang pasukan-pasukan diktator Fulgencio Batista. Sebuah film kontemplatif tentang dilematisnya sebuah gerakan humanisme menentang kediktatoran penguasa dengan senjata. Film dengan dialog bahasa Spanyol, sambil sesekali diselingi wawancara Che dengan bahasa Inggris saat ia berkunjung ke New York.

Ada sebuah pertanyaan bodoh setelah menonton film ini, andaikan saja tokoh pemimpin Palestina punya kekuatan karakter seperti Che, mungkinkah negeri itu aman dari serbuan Israel yang juga sama-sama gerah terus bertikai di jalur Gaza? Andaikata setiap pemimpin punya idealisme menyelamatkan rakyatnya dari para tiran, dari egoisme negara lain, pemimpin yang tak hanya bersembunyi di balik nama "pemimpin negara" namun mampu menemukan jalan lain dari kesejahteraan dan kemakmuran dari kekuatan karakternya, membawa nama baik dan harga diri bangsa di mata negara lain dengan tetap memperkuat basis kekuatan karakter pada seluruh rakyat, tentulah negara itu bisa jadi negara yang kuat meski bukan negara adidaya macam Amerika. Tapi Mahmoud Abbas bukanlah Mohammed Abdel Rahman Abdel Raouf Arafat al-Qudwa al-Husseini atau yang lebih dikenal dengan Yasser Arafat (24 Agustus 1929 – 11 November 2004), sulit menyamakannya dengan tokoh pejuang PLO dengan segala kekuatan karakternya.

Singkatnya tentang film ini, rugi dilewatkan bagi para pecinta film-film alternatif, apalagi bagi yang sudah bosan dan muntah menonton film-film keluaran Hollywood, apalagi Bollywood.