Monday, December 5, 2016

Menodai Kerukunan Umat Beragama

Di lingkungan rumah saya, ada warga yang bernama Pak Paulus, usia 74 tahun dan beragama Katolik. Tiap pagi setiap hari, ia membaca Alkitab di depan rumahnya relatif keras, bahkan sampai terdengar ke rumah saya yang jaraknya 3 blok dari rumahnya.

Pak Paulus depan rumahnya (foto saya ambil candid)

Alhamdulillah saya tidak terganggu, Insha Allah juga begitu pada tetangga lainnya yang berbeda keyakinan dengan Pak Paulus. Dalam pikiran saya, ia membaca Alkitab itu di rumahnya sendiri, itu sudah jadi haknya, memang sudah teritorinya. Masalah suaranya yang masuk sampai ke rumah-rumah tetangga yang lain itu sudah jadi bagian dari kerukunan hidup bertetangga. Biarkan saja. Saya dan tetangga-tetangga yang lain menghormati keyakinan Pak Paulus dalam hal beragama.

Permasalahannya jadi berbeda apabila semisal secara tiba-tiba Pak Paulus ke rumah saya lantas membaca Alkitab di dalam teritori rumah saya. Tentu saja saya marah, tidak terima, dan mempertanyakan maksud dan tujuannya membaca Alkitab di dalam rumah saya. Begitu juga permasalahan lain akan muncul apabila semisal Pak Paulus datang ke rumah saya, lantas dengan sok taunya membahas masalah isi Alqur'an, semisal masalah surah Almaidah ayat 51 kepada saya. Tentu saja saya marah, tidak terima, dan mempertanyakan maksud dan tujuannya itu untuk apa.

* * * * *

Ini permasalahan yang sangat sederhana dari kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Cahaya Purnama alias Ahok di Pulau Seribu. Tidak perlu dilencengkan ke permasalahan politik dan segala macamnya. Kedatangannya ke sana jelas-jelas untuk kampanye, melakukan sebuah proses branding politik dengan produknya adalah program-program kerja yang ditawarkan nanti apabila terpilih lagi menjadi Gubernur DKI. Jelas sudah jadi bagian dari kampanye adalah mengabarkan hal-hal baik yang akan dilakukan nanti apabila terpilih.

Di Pulau Seribu itu, sepertinya Ahok terlalu asik dengan dirinya sendiri. Ia terbuai dengan kalimat-kalimat yang ia keluarkan dari mulutnya mengenai branding politiknya. Dalam buaian itu, ia terus berbicara hingga menyentuh batas teritori yang jelas-jelas tidak boleh dilanggar dalam hal kerukunan umat beragama. Ahok terus berbicara masalah Alqur'an Surah Almaidah ayat 51 yang bukan teritorinya, juga bukan dari keyakinannya. Ahok mengkait-kaitkan ayat itu dengan kenyataan dirinya yang jelas berbeda keyakinan dan memformulasikannya dengan branding politik yang dilakukannya.

Hal ini yang membuat marah umat Islam se-Indonesia hingga menuntut keadilan atas penistaan agama yang dilakukannya.

* * * * *

Garis tegas yang diambil jelas, umat Islam menuntut keadilan atas kasus penistaan agama yang menodai kerukunan umat beragama di Indonesia. Ahok jelas-jelas sengaja membuat formula branding politik Almaidah 51 sejak ia berkampanye di Belitung sana dan dilakukannya lagi di Pulau Seribu. Formula yang dipikirnya bisa sukses, justru mencelakakan dirinya sendiri. Kerukunan umat beragama yang ia sobek-sobek dengan pernyataannya itu. Kini ia ada di tengah-tengah masalah besar kesatuan dan persatuan bangsa negeri ini.

Tidak perlu melebarkan permasalahan yang dilakukan Ahok ke masalah pilkadanya, tidak berkaitan sama sekali. Kedatangan umat Islam seluruh Indonesia ke Jakarta untuk menyuarakan aksi damai bela Islam sudah cukup jelas untuk menggambarkan bahwa kami, umat Islam terluka atas pernyataan Ahok di Pulau Seribu dan menuntut keadilan atasnya.

Setidaknya uraian cerita saya di awal tadi sudah sangat cukup jelas, bahwa Ahok memang menodai kerukunan umat beragama di Indonesia.


Luqman Hakim
Muslim, Rakyat Biasa