Sumpah, gw sering kepikiran sama orang-orang besar yang namanya dicatat dalam sejarah. Orang-orang besar yang punya kekuatan merubah dunia dalam format ideal yang berbeda dari kehidupan manusia yang biasa, jauh dari cerita biasa sejarah umat manusia.
Seperti kata Khalil Gibran:
Inilah sejarah manusia, lahir, kawin dan mati
Dari dulu juga begitu, lahir, kawin dan mati
Sampai kemudian datang seorang gila dari negeri yang penduduknya lebih berbudaya
Ia berkata, "sejarah manusia bukan cuma lahir kawin dan mati!"
* * * * *
Sering gw diskusi, sebenernya monolog sih, diskusi antara otak dan perasaan mengenai kekuatan karakter itu sendiri. Paling gampang emang pake contoh orang, Bung Karno itu orang besar, Bung Hatta orang besar, tapi kenapa orang ngeliyatnya selalu sosok Bung Karno ya? Gw milih jalan beda, gw teramat kagum sama Bung Hatta dengan segala kepemikirannya dan kesendiriannya. Pemimpin sunyi, pemimpin yang selalu jadi nomer dua di Indonesia. Ketika ada perselisihan konsep dengan Bung Karno serta tak bisa diselaraskan lagi, Bung Hatta lebih memilih mundur dan jadi pertapa. Tapi sayangnya sosok karakter besar itu belum gw temuin di dua anaknya yang ikut-ikutan bertarung dalam kontekstual politik Indonesia, ikut-ikutan sama seperti anaknya Bung Karno.
Pertanyaan yang sama juga ditujukan pada ambivalensi, Musa itu orang besar, namanya dicatat dalam 4 kitab suci agama samawi (Taurat, Zabur, Injil dan Alqur'an). Fir'aun juga orang besar, membawa peradaban Mesir hingga terkenal akan kekayaan budayaannya. Fir'aun juga dicatat dalam 4 kitab suci agama samawi.
Tapi pertanyaannya kenapa ada dikotomi baik & buruk?
Kenapa Maria Ozawa menurut sebagian orang itu dibilang buruk? Apa karna dia bintang porno? Kenapa juga hal-hal baik itu selalu jadi pembelajaran sedang hal-hal buruk ditinggalkan? Boro-boro mau diketahui, apalagi dipelajari.
Baik tak akan disebut baik kalo nggak ada yang namanya buruk, begitu juga sebaliknya. Gw nggak ngebelain Maria Ozawa dengan segala atribut kepornoannya, gw cuma berusaha menangkap makna dibalik cerita dia. Lahir 8 Januari 1986 di Hokkaido Jepang dari Ibu Jepang dan Bapak Kanada. Umur 12 tahun udah nggak perawan, nyerahin sukarela ke pacarnya. Umur 16 tahun udah jadi model bugil dan bikin orang tua marah. Sampe pas umur 18 tahun, di tahun 2004 dia maen film porno pertama yang diproduseri S1, Production House khusus untuk film porno di Jepang. Di film pertamanya itu dia masih canggung dan nggak mau natap mata pasangannya sama sekali. Maklum baru pertama, selanjutnya makin meliar dan membinal. sampe yang tergoblog, dia mutusin untuk hidup dengan profesi sebagai bintang porno, di bawa semua film-film yang diperaninnya, diputer di depan orang tua.
Tau apa reaksi orang tuanya?
Jelas marah dan malu punya anak binal begitu. Maria Ozawa diusir dari rumah dan nggak diakui lagi sebagai anak. Dia pergi ke Tokyo, mengundi nasib dan sekarang jadi bintang porno termahal, tinggal di apartemen mewah, hidup sendiri.
Jadi inget juga cerita Savannah, bintang porno asuhan Steve Hirsch di Vivid Entertainment dekade 90-an awal. Saat itu dia muda, terkenal, cantik, botoh, asoy, geboy dan banyak yang mimpi bisa nidurin. Cuma Axl Rose, vokalis Guns N' Roses yang sempet dapetin hatinya (juga kelaminnya lah!). Tapi emang dasar Axl binal, Savannah dicampakkan gitu aja setelah bosen, lantas pacaran sama Stephanie Seymour (liat video klip November Rain, cewek cantik yang sama Axl itulah dia). Putus asa karena dikecewain Axl, Slash datang, pacaranlah sama gitaris gimbal ini. Tapi dasar anak band yang cuma pengen kelaminnya doang, Slash bosen sama Savannah, trus diputusin.
Savannah terkatung-katung nggak jelas. Berbagai masalah kehidupan juga tuntutan profesi di industri pornografi yang makin kreatif membuatnya sering merasa galau. Dalam keputusasaannya di satu hari yang naas, Savannah bunuh diri untuk mengakhiri semuanya...
Hiks! Tragis...
Ada lagi yang lebih mengherankan. Ran Asakawa, bintang bokep kelahiran Kanagawa Jepang, 4 September 1980 ini ogah jadi karyawan kantoran. Dari masih SMA udah mikir gimana caranya kerja yang nggak ada hubungannya sama 9 to 5, nggak harus berpakaian serba rapi, nggak harus pake baju juga celana, pun nggak perlu pulak manut-manut sama bos. Yang ada dia milih profesi jadi bintang porno, bukan sembarang bintang porno, tapi bintang porno yang seporno-pornonya.
Bayangin aja, di tahun 2002, entah nafsu, kebelet, ato doyan seks, Ran Asakawa ngebintangin 212 judul film dalam setahun! Berarti dia sama kayak karyawan yang berangkat ke kantor dan bekerja, si Ran ini juga sama, tapi kerjanya ngebokep, halah! Dari keseringan ini, dia dapet penghargaan Guinness Book of World Records atas rajinnya ngebokep ria.
Hebat kan Jepang, penghargaan bergengsi kelas dunia untuk kategori pornografi ini malah disabet sama negera Sakura, justru bukan dari Amerika ato negara-negara yang terkenal sama industri seks dan pornografinya.
* * * * *
Yang paling sering nih, dari kecil kita punya pengalaman buruk mengenal seks. Dilarang nonton bokep! Kalo yang laki-laki ngerinya nggak bisa nahan birahi lantas ada perempuan lewat diperkosa atau bergaul kelewat batas. Buat yang perempuan takutnya nggak bisa nahan gejolak, lantas lher-lheran sembarangan berhubungan seks sama siapa aja. Tradisi ketimuran kita masih tabu ngeliyat perempuan bispak begitu.
Hal yang diambil dari ketertutupan yang nggak pernah dikasih tau sama orang tua, sama guru-guru, sama lingkungan ya itu tadi, nggak boleh begini, nggak boleh begitu. Bisa jadi yang ngasih tau nggak boleh maen perempuan, justru malah ketangkep polisi susila di lokalisasi, bisa kebayang tuh malunya kayak apa. Ngomong kok ya nggak mau ngeliat dirinya sendiri dulu.
Jauh lebih penting memang menguatkan karakter pribadi kita sendiri, keluarga dan lingkungan. Mudah-mudahan, kalo karakternya udah dibentuk dari dulu dengan diliat-liatin segala fenomena kehidupan, orang akan belajar memilah-milah, bahwa ini baik, ini buruk, bukannya dengan melarang mengetahui segala sesuatu yang memang terlarang padahal ujung-ujungnya nanti si anak malah tau dan belajar sendiri, pun mraktekinnya sendiri.
Kadang, gw jadi kangen sama bokap gw yang gebleg (maap Beh, saye bilang gebleg, ha ha ha). Waktu gw masih kecil, masih 5 tahunan gitu, gw diajak nongkrong sama bokap di Jembatan Jatinegara deket rel kereta, di mana di pinggir-pinggir rel kereta itu berdiri rumah-rumah semi permanen yang berfungsi buat 'ngamar'. Ya, itu daerah lokalisasi. Gw yang nggak ngerti perempuan-perempuan berbaju minim itu lewat sliweran depan mata. Gw bingung dan nanya siapa mereka, kenapa begini, kenapa begitu, dlsbg pertanyaan anak kecil. Bokap cuma bilang, "Udah, duduk aja, liat, perhatiin." Cuma itu jawabannya.
Lucunya, ada salah satu pelacur yang nyela bokap gw, "Mau ngamar kok ngajak anak! Orang yang aneh!" Bokap gw cuek nggak peduli. Kita bapak anak yang gebleg cuma duduk di pinggiran rel kereta, kalo ada kereta lewat gw senengnya minta ampun. Menjelang maghrib pulang ke rumah pake motor.
Tapi pas gw kuliah di Jokja, kesan didikan gebleg itu melekat, bahwa ada kehidupan yang beda dan di luar pikiran normal kita bahwa memang ada dan nyata kehidupan yang seperti ini. Bukannya buat dihina, tapi jadi komparasi, bahwa ada kebaikan dan ada keburukan, kehidupan itu selalu begitu. Jauh lebih penting mengingat semua itu saling melekat bak sisi mata koin.
Saat nemenin temen ke Sarkem, daerah lokalisasi kelas teri di Jokja, malah ada perek yang ngajakin gw ngamar dengan gratis begitu tau gw perjaka ting-ting. Cukup gw tolak dengan kedipan, gw bilang lagi nggak mood dan emang lagi males, gw juga eneg dan nggak terbiasa minum jamu kuat ha ha ha... Swear, ini nyata apa adanya. Alhamdulillah gw masih kejaga nggak kenalan antar kelamin tanpa halang sama lawan jenis (apalagi yang sejenis, jijay abis tau!). Sampe akhirnya gw nikah, berkenalan antar kelamin tanpa halang itu juga cuma sama istri doang, sampe sekarang. Tapi buat urusan ngenalin kelamin gw ke kelamin yang sesama jenis tanpa halang, sampe sekarang dan sampe kapanpun gw nggak akan pernah mau, apalagi berminat!
Hiiiiiiiiiyyyyyyyyy...! Ngeriiiii....!
Jadi, memang ada baiknya membuka semua itu setransparan-transparannya, baik jangan dikatakan baik, buruk jangan dikatakan buruk, kasih aja semua fakta kehidupan dan biar si anak yang menilainya sendiri, memasukkannya ke dalam memori otak tentang beragamnya kehidupan. Bahwa kehidupan itu memang nggak ada yang sempurna, nggak ada yang ideal. Jauh lebih penting menguatkan karakter kita sendiri, menciptakan keidealan juga dimulai dari diri sendiri, keluarga, juga lingkungan, tanpa memaksa... (duile, belagu amat gw sok beragitasi, ha ha ha)
Udah ah, tulisan goblog aja kok pake kepanjangan...
Jangan sampe larut ya? He he he...
Luqman Hakim
Orang Biasa
25 Januari 2009