Saat Tuhan masih duduk di bangku Sekolah Dasar di surga sana, Tuhan pernah memiliki gagasan untuk menciptakan dunia bersama teman sekolahnya, Iblis yang berbakat.
(Gunter Grass; "Katz und Maus", 1961).
Selang beberapa tahun, Nietzche membunuh Tuhan yang masih kanak-kanak tadi dan mengumumkan ke seluruh dunia bahwa, "Tuhan sudah Mati!"
(Friedrich William Nietzche 1844-1900).
Tak lama sesudah itu, Nietzche pun wafat dan di sampul depan sebuah jurnal filsafat tertulis, "Nietzche sudah mati!" tertanda, Tuhan.
Dalam pengembaraan alam pikiran, ada intisari fundamental yang ditujukan pada diri manusia yaitu bertanya. Saat belajar mengenal Tuhan, hanya ada dua konsekuensi yang dikenalkan; surga dan neraka, pahala dan dosa, baik dan buruk serta anonim dan antonim lainnya. Pengenalan tatanan itu hanya bentuk dari ancaman, reward dan punishment yang diberlakukan, sebagaimana majikan terhadap buruh dan peniadaan kontemplasi. Namun perjalanan mengenal Tuhan tidak akan pernah berhenti pada titik itu, hingga Gunter Grass dan Nietzche lebih memilih untuk menantang, mengolok-olok, bahkan membunuh Tuhan.
Pengembaraan terus berlanjut dan perjalanan mengenal Tuhan akan terus berlangsung dalam sejarah peradaban manusia. Namun tetap tak pernah ada kata yang bisa mewakili jawaban itu, meskipun muncul dari orang yang pintar merangkai kata dan pandai menyusun syair.
(Faridu'd-Din Attar 1142–1220).
Jawaban itu bukan rangkaian kata yang tersusun rapi. Ia diam seperti diamnya puncak gunung menunggu untuk didaki. Ia tersembunyi seperti tersembunyinya mutiara dalam kerang di dasar lautan. Ia menghangatkan seperti matahari yang tak bisa ditatap dengan mata nanar. Ia menyejukkan jiwa seperti udara pagi di pegunungan.
Jawaban itu ada di sini, di dalam hati...
Seperti jawaban Rabi’ah Al Adawiyah;
Ya Tuhanku...
Jika aku menyembah-Mu karena takut Neraka-Mu,
Maka bakarlah aku di dalamnya.
Jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga-Mu,
Maka haramkan tempat itu bagiku.
Tapi jika aku menyembah-Mu karena mengharap cinta-Mu,
Jangan Kau enggan palingkan wajah-Mu dariku
30 comments:
waduh...susah nih ngomentarinnya. kalo emang mau komentar kayaknya gw perlu bikin jurnal tersendiri di blog gw, hahaha...
pak, kenapa ga posting yg ringan-ringan aja sih?
Yang ringan?
Ntar kayak acara tvri jaman dulu dong, "yang ringan dan yang lucu", ha ha ha... Nggak kok, itu cuma tulisan "gelisah" gw. Daripada jadi bahan "onani" doang, ada baiknya di-post di blog MP, siapa tau ada yang seide...
wah...lagi 'gundah gulana' ya? qeqeqeqeqeqe...
Nggak juga...
Cuma hal yang biasa kan, mempertanyakan banyak hal dari banyak kejadian. Kadang ada pertanyaan yang nggak butuh jawaban, kadang ada juga pertanyan yang nggak butuh dipertanyakan...
***puyeng***
itulah arti filsafat. filsafat itu bersifat 'radix' atau mengakar. berbagai jawaban bisa ditemukan disitu, pak. seperti kenapa sebuah kursi dinamakan 'kursi', bla-bla-bla...
kuliah DDF dulu (dasar2 filsafat) gw cuman dapet B minus, hehehe, filsafat gw mah yg enteng2 ajah...
OO..... Loe beragama juga yah, boy? Kirain dari dulu masih nyembah kantong Kresek sama Kardus... *kabuuuuuuuuuuuuuurr*
Dezikkk...!!!
*spechless*.....gubraaaakkkss!!!......*pingsan*
:)) Dasar Intaaaaaannnn.......!!!
dalam kedangkalan mimpiku, wajah-Mu tersembunyiiiiiiiii ..... *langsung nyanyi2*
dalem bo... baru ngeh gw..om Luqman bs gini juga ya hehehe
Nggak kok Jov...
Gw lagi mabuk berat nulisnya, ha ha ha....
syukurlah... ini dia baru keluar aslinya
waqaqaq!
mungkin lanjutan sajaknya bisa gini kali yaa...
sebab penyembahanku layaknya nafasku
layaknya bayanganku yg senantiasa mengiringiku
hanya untuk cinta-Mu semata
hehe
thanks ceritanya boss...dasarrr bangett...
hanya sedikit org yg suka mikir ttg hakekat..
soalnya ribetttt sih...haha..
oh iya..imelku..
mayamuchlis@gmail.com
Nggak kok... Nggak mikir tentang hakikat...
Itu cuma teriakan kegelisahan yang mengakut, daripada membatu, mending ditulis.
Makasih udah ngunjungin yaaaa....
Gurunya Tuhan dan Iblis waktu SD siapa ya.... (pertanyaan yang ga perlu dipertanyakan hehehe...)
Atau jawaban yang ga punya pertanyaan ?
Semua pertanyaan itu selalu ada jawabannya...
Cuma saja, jawaban itu apakah jawaban verbal atau jawaban sunyi.
Tanya saja di kemurnian hati jawaban sunyi itu...
Mas Lukman, setelah baca dengan ending puitik Rabi’ah Al Adawiyah, rasanya mak nyeeesss... thx ya.
anyway, jangan bilang ke Cleva kalo waktu itu saya guru SD mereka.
Ha ha ha...
Emang-emang Mas Marto ini, ha ha ha...
He he he...
Kok ya kelewat bales yang ini. Kayaknya kamu anggotanya EGAFC ya? Ebiet G. Ade Fans Club, ha ha ha...
emang klo baca artikelnya mas Luqman kaya es buah aj..
di satu sisi kepala puyeng mikirnya, di sisi lain ada komentar² geje yg buat ngakak,,
Biasa banget tuh, kerjaannya temen-temen di sini yang hobi OOT...
tp nda mama lah mas..
sekalian ada selingannya, haha..
merinding baca puisinya
rina like this
wow 2007, 3 tahun lalu..
jadi inget perbincangan sama teman, dia bilang begini "Yang penting mah ridho dari Allah, jika Allah berkehendak masuk neraka yang penting itu riho dari allah" aku cuma mengiyakan :)
Yang saya pahami pola paparan mas Luqman diatas adalah berupaya memberi jembatan-jembatan berfikir untuk menghantar pikiran pembaca sampai pada pemahaman akan pesan yang dimaksud. Namun bagi saya, jembatan penghantar pemikiran yang dibangun dalam "FORUM" meng-seakan-kan Tuhan berada di maqom yang sama dengan mahluk adalah 'patut' dihindari. Muliakanlah Tuhan dalam maqom-maqom tertinggi untuk kepentingan apapun. Carilah jalan-jalan berfikir menuju pengertian-pengertian dalam jalan pemuliaan_nya.....Lalu berharaplah....Terima kasih.
Sori baru bales buat Rina juga Hani...
Buat Mas Rasikin, di sini kita ada khilafiyah yang signifikan masalah memandang Tuhan. Makasih masukannya Mas, tapi memang baiknya persamaan persepsi yang dikedepankan, mencari Tuhan...
Personifikasi Ketuhanan, diskusi kita bakalan panjang Mas, tetap dengan parameter yang sama dalam mencari Tuhan, pernah nggak kepikir Tuhan itu nggak butuh nama? Tuhan jelas nggak sama dengan makhluk karena itu ciptaan. Makhluk butuh nama karena nama itu identik dengan ciri dari ciptaan. Tuhan butuh nama nggak ya?
Nggak heranlah bilamana ada Asma'ul Husna. Saya jadi teringat kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan, mencoba mendekatkan diri dengan caranya. Menyangka bulan itu Tuhan, juga matahari. Sampai dalam pencariannya itu diketemukan dengan cara yang tak diduga-duga.
Masalah menyikapi, ambil contoh hubungan orang tua-anak pada berbagai budaya. Cara orang Jawa teramat santun memandang orang tua. Orang Batak lebih egaliter, tapi dari kedua budaya ini esensinya tetap sama, memuliakan orang tua.
Tuhan itu seperti anggapan hambanya, jalan pencariannya juga berliku-liku, tak semudah menemukan uang di jalan. Gitu lho Mas Rasikin. Sekali lagi makasih banget diskusinya, udah lama nggak ngobrolin begini dalam format yang santai dan nggak diberat-beratin...
mbok udah, ngaku ajah Kang ... hihihihi ...
thank you for sharing Luqman ... :)
Sama-sama...
Post a Comment