Monday, September 10, 2007

SI KEMBAR KAMI; Sebelum Kelahirannya Sudah Dipanggil Dulu Oleh-Nya


Kembar 2 (twins) adalah hal yang lazim dalam setiap 80 kehamilan. Dengan kata lain, apabila ada 80 orang ibu hamil, maka 1 orang dari ibu hamil tersebut mengandung bayi kembar. Lantas apabila kembar 3 (triplets) maka tinggal dipangkatkan menjadi 2, bila kembar 4 (quadruplets) tinggal dipangkatkan menjadi 3, dan begitu seterusnya.

-  Twins 1:80
-  Triplets 1:80² = 1:6400
-  Quadruplets (Etc) 1:80³ = 1:512,000

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Sama seperti istri saya yang hamil bayi kembar (twins). Wah, senangnya! Sempat terpikirkan kelucuan-kelucuan yang terjadi apabila si kembar besar dan saya sekeluarga berjalan-jalan bersama anak pertama dan anak kembar saya. Sungguh menentramkan hati...

Namun, sepertinya Allah SWT punya kehendak lain. Istri saya keguguran kandungannya...

Minggu, 9 September 2007
Sekitar jam 6 sore lewat

Baru aja sampe rumah sepulang dari Rumah Sakit menemani istri. Mengingat istri saya pendarahan hebat di kehamilan keduanya dan harus diopname dari hari Jumat, 7 September. Kehamilan kembar pula...

Minggu, 9 September 2007
Jam 7 malam kurang

Saya ditelpon istri sambil menangis. Katanya, pendarahannya lebih hebat dan ada kontraksi tiap berapa menit sekali seperti kontraksi orang mau melahirkan, padahal kehamilan istri saya baru 3 bulan lebih... Saya langsung berangkat lagi ke Rumah Sakit.

Minggu, 9 September 2007
Sekitar Jam 7:15 malam

Saya masih di jalan. Keluarlah janin anak kembar kami yang pertama dari istri saya tanpa sempat saya dampingi. Masih seukuran 2 buku-buku jari tangan besarnya...

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Minggu, 9 September 2007
Jam 7:25 malam

Sampe di Rumah Sakit. Istri menangis sedih. Gimana istri saya nggak menangis, saya dan istri sampe kebawa mimpi pengen punya anak kembar. Giliran diberi kehamilan kembar monozygot yang terbelah dengan sempurna, alias kembar identik di istri saya, ternyata dalam introspeksi monolog vertikal, apapun kata-kata itu, saat ini saya memang belum siap diberi-Nya anak lagi, kembar pula.

Saya cuma terdiam bingung dan bengong liat istri saya menangis sedih. Nggak ada air mata yang tumpah dari saya... Susah banget buat saya ngeluarin air mata. Nggak tau kenapa. Apa saya memang udah nggak punya stok air mata lagi sejak kelewat sering ngeliat pemandangan-pemandangan sedih, senang, kecewa, bahagia, sukacita, dukacita yang lalu-lalang di depan saya...

Sedih, Senang, Kecewa, Bahagia, Sukacita, Dukacita, semuanya sama di mata saya. Saya sampe bingung mendefinisikan arti dari itu semua. Saya cuma bisa menenangkan istri bahwa biarlah si kembar (twins) ini diambil oleh-Nya, siapa tau besok besok malah dikasih kembar 3 (triplets) atau malah kembar 4 (quadruplets). Siapa tahu...

Saya cuma mengajaknya untuk tetap optimis...

Minggu, 9 September 2007
Jam 11 malam

Saat istri saya bangun dan berdiri dari tempat tidur hendak ke WC, jatuh rontok dan brojol semua dinding rahimnya, termasuk anak kembar kedua kami yang ikut terjatuh di lantai bercampur dengan daging dan darah kental. Oleh bidan, dicari-carilah di lantai anak kembar kedua kami itu dari tumpukan darah, daging, ari-ari, air ketuban dan dinding rahim. Ketemu... Dan, atas pendapat dokter, istri saya harus diambil tindakan curretage, alias harus dibersihkan semua dinding rahimnya akibat kegagalan kehamilan.

Ehmmm... Sekali lagi, saya nggak bisa nangis. Saya nggak ngerti, apa saya yang memang nggak peka atau apa, saya bener-bener nggak ngerti... Yang pasti, sudah saya paksakan bersedih, yang ada di hati saya cuma blank, kosong melompong dan susah buat merasakan kecewa, sedih atau dukacita. Otak saya cuma berpikir, solusi apa ke depannya. Paling yang utama saat ini adalah bagaimana me-recovery perasaan istri saya akibat kegagalan kehamilan ini...

Dan... Di jam ini pula istri saya harus di-curretage.

Minggu, 9 September 2007
Jam 11:30 malam

Nggak tau harus bersikap apa dengan dokter-dokter di Indonesia. Entah harus marah, kecewa, sebal atau apa, saya nggak ngerti Dari awal saya sudah bilang ke bidan untuk di sampaikan ke dokter kandungan, bahwa jasad janin kedua bayi kembar kami itu mau saya bawa pulang, mau saya kuburkan dengan layak. Yang ada, ketika masuk kamar operasi, jasad janin kedua bayi kembar kami itu diurek-urek, dicampur dengan darah dinding rahim, ari-ari dan air ketuban.

Saya diunjuki satu stoples bening yang isinya cairan dan gumpalan-gumpalan berwarna merah, campur baur nggak karuan dan mengatakan kepada saya tanpa perasaan, "Ini dari kandungan istri bapak ya Pak! Mau kita bawa ke lab, mau diperiksa!"

Saya cuma ngomong tegas tanpa bisa marah, "Saya kan sudah bilang! Jasad janinnya mau saya mau bawa pulang! Kenapa sekarang pake dicampur-campur segala! Tolong pisahkan janinnya! Kenapa harus dicampur-campur gitu?! Lagipula buat apa diperiksa?! Kan saya nggak minta buat diperiksa...!!!"

Dokter tak berperasaan itu pun kembali ke kamar operasi. Singkatnya, beberapa puluh menit kemudian bidannya yang memberikan kepada saya janin kedua anak kembar kami yang sudah dipisahkan dari darah dinding rahim, ari-ari dan air ketuban, namun berbau cairan formalin. Saya cuma bisa menghela nafas panjang melihat jasad janin kedua bayi kembar kami yang awalnya berwarna putih kekuning-kuningan bersih kini jadi hitam melegam seperti daging rawon masakan Surabaya itu...

Entah, saya udah nggak bisa marah, sedih atau kecewa diperlakukan seperti itu oleh dokter. Cuma berantakan saja rasanya...

Senin, 10 September 2007
Jam 2 pagi

Saya sampai di rumah. Masih berantakan perasaan saya. Entah, dalam kondisi itu saya hanya terdiam bodoh nggak bisa mengekspresikan perasaan apa-apa. Cuma terdiam bingung, bengong dengan segala pikiran yang nggak karuan. Saya ambil wudhu, sholat Isya, lantas saya coba mengaji Al Qur'an Surah Luqman untuk menentramkan hati saya.

Nama saya memang Luqman Hakim, tapi saya masih jauuuuuuhhhh... banget seperti sosok Luqman Al Hakim yang namanya diabadikan Allah SWT di Al Qur'an surah ke 31.

Ada perasaan lega setelah membaca Al Qur'an. Saya pun tidur...

Senin, 10 September 2007
Jam 5:15 pagi

Saya bangun, Shalat Shubuh. Merokok, minum kopi ditemani adik kandung saya yang memang menemani dari Rumah Sakit. Saya dan adik saya saling terdiam begitu saja.

Senin, 10 September 2007
Jam 9 pagi

Zahra, anak pertama kami hari ini terpaksa harus membolos sekolah. Seperti saya yang juga tidak masuk kerja. Saya ajak Zahra ke Pasar Agung Depok untuk membeli kain putih untuk mengkafani jasad janin kedua anak kembar kami. Saya ingin memperlakukan mereka dan menghormati mereka sebagaimana mereka adalah anugrah Allah SWT untuk saya. Saya pun ingin mengembalikan mereka ke Sang Maha Pemilik Segala Kehidupan dalam keadaan yang sebaik-baiknya.

Senin, 10 September 2007
Jam 11 siang

Saya dan Zahra ke Rumah Sakit Hermina Depok untuk menjemput istri saya. Di sana ada Tante 'I, adek kandung ibu saya yang sudah menunggui istri saya. Setelah lewat segala proses tetek-bengek menjengkelkan administrasi Rumah Sakit yang sangat menyebalkan, saya pun mengajak istri dan anak pertama saya ke rumah kami yang belum sempat ditempati di Studio Alam Indah Depok. Rumah itu belum bisa kami tempati karena kami memang belum sempat membangun 1 kamar lagi untuk saya dan istri saya.

Di rumah itulah saya dan istri saya memang ingin menguburkan si kembar agar selalu dekat dengan kami.

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Senin, 10 September 2007
Jam 1:30 siang


Saya, istri dan Zahra berangkat menuju rumah kami di Studio Alam Indah Depok. Tante 'I nggak ikut karena harus kembali ke kantornya di BNI Kantor Besar di Jl. Sudirman. Di sana saya persiapkan segala persiapan pemakaman jasad janin kedua anak kembar kami dengan persiapan yang sudah saya siapkan. Saya sholat Zhuhur lebih dahulu. Setelah itu, kain putih yang saya beli di Pasar Agung Depok saya gunting menjadi kain kafan. Kemudian, jasad janin anak kembar kami itu itu saya mandikan dengan air mineral, setelah itu saya kafani. Selesai mengkafani kemudian saya sholatkan seorang diri mengingat istri saya masih dalam kondisi nifas, jadi tidak bisa ikut mensholatkan.

Selesai mensholatkan, saya, istri dan Zahra menguburkannya di depan rumah. Satu liang lahat mereka berdua...

Istri saya bisa tegar meski ada lelehan air mata di pipinya saat kami sama-sama menurunkan jasad janin kedua anak kembar kami ke liang lahat. Zahra yang masih berusia 4 tahun 9 bulan menangis sambil memeluk istri saya. "Bu... Aku sayang dedek Bu... Kenapa dedek meninggal ya Bu..."

Lagi-lagi, nggak ada air mata yang tumpah dari mata saya yang kering ini. Sungguh. Perasaan saya hanya berantakan melihat itu semua.

Saya bilang ke Zahra, "Doakan dedek jadi bunga-bunga Syurga kita ya Nak... Jadi bunga-bunga untuk Ayah, Ibu, dan kamu di akhirat nanti. Yang penting kamu tetep jadi anak yang baik, bakti sama Allah dan jangan pernah berhenti ingat Allah. Terus berusaha menjadi anak baik dan selalu berdoa yang terbaik buat keluarga kita ya..."

(Luqman Hakim, 10 September 2007)