Thursday, July 23, 2009

Dinikahi sebelum Dieksekusi Mati


Feature dan Hal yang Menjebak
Sumber: Fox News

Dalam jurnalistik, feature alias berita bertutur bak cerpen adalah unperishable news, yaitu berita yang tak cepat basi. Feature, menceritakan berita dari sisi humanistiknya, dari sisi yang tak digali dan tak digarap oleh para wartawan harian.

Majalah mingguan paling sering menggunakan teknik penulisan model ini, yang paling dikenal adalah TEMPO dengan jurnalistik featurenya. Gaya penulisan TEMPO yang khas dan agak-agak menyerempet sastra ini adalah didikan dari Gunawan Muhammad.

Namun tak jarang feature itu justru malah jebakan, lebih pada pembentukan opini publik. Istilah jurnalistiknya framing, menggiring pembaca dan audience pada satu kondisi yang melibatkan unsur rasa dan simpati dalam membaca dan menyimaknya. Layaknya membaca novel hingga haru-biru malah sampai harus menitikkan air mata.

Contoh kasus lihat Manohara, berkat feature juga ia jadi sukses bahkan sampai dibuat drama seri di RCTI.


* * * * *

Ada satu cerita yang saya dapat dari Fox News dan Jerusalem Post. Saya coba translasi singkat dalam bentuk feature pendek.

Seorang gadis Iran usia 18 tahun, karena satu kejadian harus dihukum mati. Terbentur oleh peraturan yang diberlakukan sejak tahun 1979 oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemerintah dilarang melaksanakan eksekusi mati pada anak-anak di bawah umur dan perempuan yang belum menikah.

Pemerintah Iran menawarkan gadis muda belia yang berumur takkan lama pada para lelaki Iran untuk menikahi. Seorang pria menawarkan diri, menikahi. Pesta pernikahan sederhana pun dilangsungkan.

Dan...

Di malam pertama mereka berdua melakukan kewajiban suami-istri sambil menangis. Si suami sadar bahwa besok pagi istrinya sudah tiada. Si istri menangis karena tidak bisa lagi mencintai suaminya karena besok harus menjalani hukuman mati.



* * * * *

Ini kisah nyata, benar terjadi.

Cuma saja penyampaiannya saja yang dibuat menggiring simpati orang. Hukum yang berlaku di Iran memang seperti itu. Apa pasal hukum di sana mencari cara alternatif dalam konteks mengakali dengan cara menikahkannya sebelum dihukum mati.

Faktor sistem yang berkembang di negara Iran, bukan hal yang jadi pokok utama pertanyaan kisah satir ini terjadi, yang jadi masalah, bagaimana bisa mengakali sistem dengan cara yang satir begini. Belum lagi cerita yang didengar pers ditambah-tambahi, si gadis diperkosa sebagai syarat eksekusi mati bahwa ia sudah tidak perawan.

Yang paling penting memang aware dan selalu melihat berita dari berbagai sisi. Jangan langsung percaya. Ingat tulisannya Alvin Toffler, futurolog yang di tahun 90-an sudah meramalkan  bahwa arus infornasi nanti akan melewati batas-batas negara, kejadian yang terjadi di ujung dunia, dalam hitungan detik kita yang ada di Indonesia sudah langsung bisa mengetahui. Preventif terbaik adalah dengan menyaringnya, memilah-milah mana berita yang baik dan bergizi untuk asupan otak ini...

Sudahlah, saya tak membahas ceritanya apalagi penuturnya. Saya cuma mencoba menekankan, berhati-hatilah dengan berita feature, isinya banyak menjebak dan menggiring opini publik. Sama persis yang dilakukan para manajer kampanye caleg dan capres kemaren. Sama persis juga yang dilakukan oleh Manohara dan ibunya.

Sumber cerita mengenai perempuan Iran yang dinikahi sebelum eksekusi mati:
Dan ini versi Bahasa Indonesianya:
  • detikcom (Gadis Muda Iran Dipaksa Menikah Sebelum Dieksekusi)



Sumber foto: Fox News



24 comments:

~ siskaris ~ said...

trimakasih tahukah anda ini dlm bentuk yg lain.... ^_^

Luqman Hakim said...

Iblisher (2000-2002)

Marto Art said...

Sekali lagi, Luqman menyajikan postingan menarik.

Man, hampir semua tulisan di blogku tersaji dalam bentuk feature. Asal taat kaidah jurnalisme, akanlah baik adanya. Provokatifpun sesekali boleh. bermain analisa juga sah. Upayakan sebisa mungkin berpihak kepada kebenaran (yg gimana? emang debatable. gak papa, hal yg tak tabu untuk mendiskusikan perbedaan pendapat). Menggiring opini publik dalam kerangka akselerasi kebaikan tak salah.itu bagian dari edukasi. Namun ya mbok jangan dicontohkasuskan dengan kisah manohara dong. itu beda.

Yang parah adalah ketika opini publik digiring untuk cari menang, bukan cari kebenaran. Ini biasa dilakukan oleh media yg berlatar fanatisme agama (gak peduli yahudi, islam, kristen, hindu, dst). link yang kamu kasih adalah contoh yang nampak sekali arah keberpihakan fanatismenya.

Emang kita harus punya kedewasaan saring dalam merespon ataupun memosting. foto yang kamu taruh sebenarnya sih juga gak pas. orang bisa mikir lain gitu.

tapi aku suka gayamu.

t4mp4h mbois said...

aku setengah mati kalau mbikin feature. Nulis panjang paling banter buat gawe tutorial aja. Lebih dari 4 paragraph udah megap-megap.

Luqman Hakim said...

Thx Mas...

Aku pernah di jurnalistik, sekarangpun masih, meski nggak di departemen news dan bikin berita lagi. Aku cukup tau kerjaan jurnalistik untuk melebaykan permasalahan berita seperti yang aku tulis di atas. Itu perintah atasan. Itu juga hal yang bikin aku muak.

Kenapa muak?

Ini industri Mas. Jurnalistik model begini tetep industri. Ada sistem di dalamnya, ada personal, ada orang-orang yang bekerja dan mengharapkan gaji dari pekerjaannya. Kalo sistem nggak jalan, otomatis juga berantakan di dalamnya, otomatis orang-orang dalam sistem itu bisa nggak makan...

Jurnalistik ini beda sama jurnalistik blog. Jurnalistik industri beda sama Citizen Journalism. Tulisan blog itu jauh bisa lebih jujur atau malah lebih kacau karena unsur fitnah dan kelebayan yang kelewat-lewat.

Intinya tetep, kita emang kudu menyaring hal apapun yang bakal jadi asupan gizi otak ini...

Luqman Hakim said...

Nulis itu pan emang kudu mood bagus Mas...
Kalo saya sih, nunggu di emut, apalagi sama perempuan cakep, ha ha ha...

Tian OT said...

singkat kata, disuruh menikmati "surga dunia" dulu, baru boleh mati.

Luqman Hakim said...

Kalo aku, nggak berani ngejawab hal yang satir ah...

AKP gangdelima40 aka hasan abadi kamil said...

agak merinding baca beritanya.

Luqman Hakim said...

Tapi ini nyata, Mas Hasan...

Agam Fatchurrochman said...

Kiat menulis feature Tempo sudah dicetak ulang.

Btw, apa kesalahan gadis itu shg dihukum mati? Dr perspektif Iran?

Agam Fatchurrochman said...

Kiat menulis feature Tempo sudah dicetak ulang.

Btw, apa kesalahan gadis itu shg dihukum mati? Dr perspektif Iran?

Utara Surapati said...

begitu ya ?

nice posting :D

Bee Wee said...

Hukum apa tuh yg dipake?

Maseko Sakazawa said...

model jurnalisme fitur (cmiiw) ini juga seringkali mengaburkan masalah intinya ya kang?!?!

south-east star said...

Manohara sekarang main pelem, berkat media kekekeke

Luqman Hakim said...

Judulnya itu "SEANDAINYA SAYA WARTAWAN TEMPO"...
Gw punya dari jaman tahun 1998, pun waktu diklat jurnalistik di Lembaga Pers Dr. Soetomo, gw juga sempet belajar tentang feature ala-ala TEMPO ini...

Luqman Hakim said...

Ndobel Gam...

Luqman Hakim said...

Ya..

Luqman Hakim said...

Jangan ngomong agama di sini...
Ini masalah sistem berdasarkan kultural setempat.
Jangan langsung dianalogikan sebagai agama, apalagi berdasarkan syar'i...

Luqman Hakim said...

Nggak mengaburkan, justru menguatkan sisi humanis dan hal-hal tentang itulah yang paling dikuatkan.

Luqman Hakim said...

Iya, media infontainment tepatnya...

Iman Purnama said...

makasih mas...bagus infonya buat kuliah saya ntar. heheh

Luqman Hakim said...

Sip...