Monday, December 26, 2011

Depresi dan Perilaku Bunuh Diri


"Avoid popularity if you would have peace"
Abraham Lincoln (1809 – 1865)
The 16th President of the United States

Menjadi populer adalah dambaan banyak orang, terutama bagi mereka yang sedang menapaki karir di dunia hiburan. Menjadi populer bukan satu kesalahan, tapi adalah sebuah impian.

Tapi apa yang terjadi bila popularitas yang dikejar tersebut seperti yang dialami oleh Jang Ja Yeon, pemeran Sunny di drama seri Korea, 'Boys Before Flowers' (꽃보다 남자) yang pernah ditayangkan di Indosiar 2008-2009 lalu. Di tengah kesuksesannya, tanggal 7 Maret 2009 lalu, wanita cantik ini mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. 

Surat terakhir Jang Ja Yeon sebelum mati bunuh diri.
Kematian Jang Ja Yeon mengisi catatan kelam dunia hiburan. Di dalam buku hariannya ia menulis tentang kekosongan hidup di dunia entertainmen yang telah membesarkan namanya. Di sana ia juga menulis, untuk memuluskan karirnya di dunia hiburan, ia harus melayani nafsu birahi 31 orang sebanyak 100 kali dan ia sangat dendam sebab perilaku orang-orang itu terhadapnya.

"Karena saya telah membuat daftarnya (orang-orang yang memaksakan kehendak seks), saya akan membalasnya sampai mati. Bahkan jika aku mati, aku akan membalas dendam sampai ke liang kubur!", tulisnya. 

Jang Ja Yeon
Tidak cuma Jang Ja Yeon, tapi banyak deretan artis Korea Selatan yang mati bunuh diri sebab depresi, sulit menerima kenyataan dari dampak popularitas yang mereka terima, juga kewajiban-kewajiban lain dari yang masuk akal hingga tak masuk akal. Dalam catatan organisasi kesehatan PBB yakni WHO, Korea Selatan masuk dalam peringkat pertama bunuh diri terbanyak dengan jumlah 15.413 orang yang mati di tahun 2009 (data dari WHO bisa dilihat di sini).

Lantas apa yang menyebabkan seseorang jadi berminat mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara bunuh diri?

WHO pernah memaparkan data bahwa setiap tahun hampir satu juta orang di seluruh dunia mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri dan dalam 45 tahun terakhir angka ini meningkat sebesar 60% di seluruh dunia. 

Penyebab utamanya adalah depresi, beban mental, dan gangguan penggunaan alkohol.

Bunuh diri adalah hal kompleks yang erat hubungannya dengan masalah psikologis, faktor sosial, biologis, budaya dan peran lingkungan. Menurut WHO, diperkirakan bunuh diri mewakili 1,8% dari beban global penyakit total pada tahun 1998, dan 2,4% di negara-negara dengan pasar dan ekonomi mantan sosialis pada tahun 2020 di seluruh dunia.

Di Korea Selatan sendiri, orang merasa malu bila mereka terlihat depresi dan mendatangi psikater untuk memeriksakan diri. Mereka berusaha untuk tampil tegar dan tampak normal, meski di dalam kejiwaannya punya banyak masalah. 

Sejak tahun 2009, lewat lembaga yang berada di bawah naungan WHO yakni IASP (International Association for Suicide Prevention), ditetapkan tanggal 10 September sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri (World Suicide Prevention Day). Program-programnya adalah membuat penyadaran kepada sesama akan pentingnya kehidupan, membentuk kebersamaan di kalangan sesama manusia untuk melakukan pencegahan bila ada yang berniat bunuh diri.

Dari sini LSM-LSM pencegahan bunuh diri (suicide prevention) bermunculan di banyak negara di seluruh dunia, entahlah Indonesia. Pentingnya kesadaran akan menghargai kehidupan akan mencegah perilaku bunuh diri. 

Adapun faktor agama dan hubungan sosial masyarakat sangat penting dalam pencegahan perilaku bunuh diri. 

* * * * *

Perilaku bunuh diri merupakan hal yang kompleks hingga WHO memperhatikannya secara khusus. Dilihat dari berbagai sisi, beragam pendapat tentang bunuh diri pun banyak mewarnai zaman.


Di Jepang, bunuh diri dianggap sebagai cara terhormat mengakhiri hidup. Istilah-istilah itu seperti harakiri atau seppuku (切腹) yakni merobek perut dengan pisau tajam di kalangan para samurai, kamikaze (神風) di kalangan tentara Jepang saat Perang Dunia II yaitu menabrakkan pesawat mereka yang penuh berisi bom ke musuh.

Bunuh diri bahkan menjadi hal yang sangat biasa di Jepang dan dipandang sebagai tindakan tanggung jawab moral. Hal ini banyak terjadi terutama di dunia politik seperti yang dilakukan oleh:
  • Toshikatsu Matsuoka, Menteri Pertanian Jepang gantung diri tanggal 28 Mei 2007 karena dituduh korupsi sebesar 28 juta yen.
  • Shinichi Yamazaki Kepala Korporasi Publik yang menangani bidang kehutanan, bunuh diri lompat dari apartemennya karena terlibat kasus yang sama dengan Matsuoka sehari sesudahnya, 29 Mei 2007. 
  • Hisayasu Nagata, politisi dari Partai Demokrat Liberal, mati bunuh diri terjun bebas dari apartemen di barat daya Kota Kitakyushu, Jepang tanggal 3 Januari 2009 karena dituduh menerima suap dari Takafumi Horie, CEO perusahaan internet terkemuka, Livedoor.
Dalam agama Hindu ada tradisi 'Sati', yakni bunuh diri perempuan sebagai istri yang suaminya meninggal dunia. Di mana saat upacara pembakaran mayat ia ikut terbakar bersama sebagai bentukan bakti istri kepada suami. Meski praktek bunuh diri lewat tradisi Sati ini sudah dilarang di India sejak tahun 1829 oleh pemerintahan Inggris, namun tradisi ini masih saja ada meski jarang terjadi.

Fenomena tradisi 'Sati':
  • Di desa Tuslipar di negara bagian tengah Madhya Pradesh, India, seorang perempuan berusia 95 tahun bernama Janakrani mati di kayu pembakaran jenazah suaminya Prem Sagar Narayan Agustus 2006 lalu.
  • Di Bali sendiri sudah sulit ditemui tradisi ini, yang paling terkenal adalah ketika meninggalnya Raja Gianyar 20 Desember 1847, saat dikremasi lewat upacara Ngaben, 3 janda selirnya lompat ke api pembakaran jenazah suaminya dari tempat tinggi. Cerita ini tercatat dalam 'Pionering in the Far East and Journeys to California in 1849 and to White Sea in 1848' karya Ludvig Verner Helms.
Bunuh diri yang dibantu orang lain di dunia kedokteran dikenal dengan nama euthanasia, atau hak untuk mati. Namun cara ini sudah banyak ditentang dan dilarang oleh banyak negara di seluruh dunia.

Metode lainnya adalah bunuh diri altruistik (altruistic suicide), atau bunuh diri untuk kepentingan orang lain, seperti dalam perang, ketika sebuah granat dilempar, seorang tentara yang menutup granat dengan perutnya agar efek meledaknya granat tersebut tidak mematikan bagi yang lain, cukup untuk dirinya sendiri.

Secara umum orang menganggap bahwa bunuh diri adalah wujud dari tindakan tidak menghargai kehidupan.

* * * * *

Jang Ja Yeon
Di dunia entertainmen yang gemerlap banyak menyimpan sisi lain dari popularitas. Contoh dari angka kematian yang tinggi di Korea Selatan, banyaknya berita-berita yang memaparkan fenomena bunuh diri di kalangan artisnya, menyembunyikan sisi lain dari wujud depresi, bila tidak ditemukan cara penyelesaiannya, depresi berujung bunuh diri.

Tak perlu menuntut diri untuk jadi orang populer, cerita Jang Ja Yeon sudah jadi pembelajaran berharga dari sisi lain popularitas. Jadi orang biasa itu menyenangkan, biasakan untuk selalu tersenyum dan gembira. Stres adalah pangkal dari depresi, bila iman tidak kuat, bunuh diri jadi alternatif penyelesaiannya.

Keep smiling!


90 comments:

Marto Art said...

welcome back bro!

Nahar Rasjidi said...

orang yang mengalami depresi berat hakikatnya sudah jadi mayat walaupun masih hidup

Marto Art said...

Tulisan dengan istilah dan pengetahuan yg layak dibaca. Ada menyebut euthanasia, sati, harakiri, tradisi bunuh diri berbagai kepercayaan, dst..




*tapi seperti lupa nyenggol suicide 'jihadist' bomber.

Reny Payus said...

Orang depresi udah kayak zombie, ya?

Luqman Hakim said...

Makanya sempet ada penelitian, di Korea Selatan kenapa orang-orangnya doyan bunuh diri sampe jadi peringkat pertama di dunia? Disebutin di sana faktor minimnya masalah pengetahuan agama, masalah sosial budaya, juga gengsi (pride) nggak mau terlihat rapuh jadi penyebab utama bunuh diri.

Luqman Hakim said...

Ha ha ha...
Udah ketebak dan ini udah aku pikirin.
Aku emang nggak minat nulis tentang Jihadist Suicide, itu perilaku nyontek kamikaze dalam bentuk yang runyam, rungsing dan salah kaprah. Nggak menariklah buat dibahas, toh akarnya mereka ngambil dari fenomena kamikaze.

Luqman Hakim said...

Kata Nahar juga begitu Ren, nih aku quote...
kopiradix saidorang yang mengalami depresi berat hakikatnya sudah jadi mayat walaupun masih hidup

Marto Art said...

Tertarik baca postingan dengan tema yg sama? Aku melihat dari sudut lain:

http://martoart.multiply.com/journal/item/143/Mari_Bermain_Api

Maseko Sakazawa said...

plagiarisme nggak layak utk dibedah ya kang :) btw okaerinasai :)

intan suri said...

Fenomena yg marak di tanah air skrg ini, hy krn masalah ekonomi :(

carrot soup said...

Klo jihadis bomber di daerah perang gmana bang? Msh salah kaprah?

Ttg 31 org sbnyak 100x itu menarik, kira2 di indonesia ada ga ya yg kyk gtu?

Wayan Lessy said...

Tulisan yg menarik mas. Sebagian besar pembaca tulisan mas Luqman di sini pasti sudah kenal dengan kesemua gaya bunuh diri yg disebutkan, namun belum tentu semuanya tahu nama-nama dan istilahnya. Paling tidak, saya, yg baru tahu sebutan altruistic suicide.

Yang menurut saya selalu cukup menarik untuk saya pikirkan (tapi gak pernah ada hasil dari mikirnya hehe) adalah persoalan Euthanasia.
Sebab, menariknya Euthanasia (dalam hal ini saya batasi hanya pada VOLUNTARY Euthanasia yg pantas di sebut bunuh diri) proses bunuh diri ini memerlukan bantuan orang lain, sehingga walaupun dengan dilengkapi penyataan bunuh diri (yg dinyatakan dalam inform consent) efek tanggung jawab terhadap proses pembunuh-dirian itu bisa menyebabkan loop hole yg menyedot dan menyeret si pembantu pembunuh-dirian itu menjadi pembunuh di mata hukum positif yg berlaku di tempat kejadian, apalagi di mata moralis universal.
Hmm..di sini para peramu hukum kesehatan jadi nggak selesai-selesai memikirkan perlindungan hukum. Sebab repot...mau bunuh diri tapi orang lain yg masih hidup jadi yg 'repot' bergelut dalam dilema secara moral. Biarpun di negara-negara yang melegalkan Euthansia, banyak pekerja medisnya yg dalam hati kecilnya tetap merasa sebagai pembunuh walau kadang juga tetap merasa sebagai penolong.

Wayan Lessy said...

*manggut manggut sependapat*

angky soemali said...

baru aja tak batin, Mas, lama ndak posting. eh ternyata muncul. ternyata kangen juga baca tulisan sampeyan

Luqman Hakim said...

Jujur aja ya Mas, makin lama, MP makin nggak menarik buatku. Dari beragam konfliknya yang bikin muntah, ditambah isinya juga nggak semenarik dulu lagi.

Tulisanmu udah kubaca, kalo aja banyak isi yang seperti tulisanmu di MP, yakin MP bakal lebih menarik lagi kayak dulu di era-era 2005-2008...

Luqman Hakim said...

He he he, masalahnya budaya bunuh diri haram dalam Islam. Perilaku Jihadist Suicide ini justru fenomena yang entah dari mana asalnya. Kalo menurutku, awalnya banyak terjadi di perang Afganistan, pun konflik Palestina-Israel. Tapi tetep, dalam Islam perilaku bunuh diri meski dibungkus konsep bunuh diri altruistik tetap haram, apalagi membunuh warga sipil, membom di tengah keramaian orang banyak.

Monggo lho kalo ada yang protes semisal aku bilang Jihadist Suicide itu nyontek dari kamikaze... Disertai paparan data, fakta dan analisa ya, jangan cuma asal protes.

Luqman Hakim said...

Yang miris, bunuh diri di kalangan ekolem (ekonomi lemah) beritanya justru nggak terangkat, yang diangkat justru dari kalangan menengah atas. Bukan berarti berita itu memihak, tapi pesan di balik beritanya itu yang kurang bisa diangkat sebagai berita.

Yang pasti, secara umum bunuh diri memang bentukan dari tidak menghargai hidup dan kehidupan. Let's keep smiling...

Luqman Hakim said...

He he he, tentang Jihadist Suicide itu udah kupikirin dan nggak akan aku masukin di tulisan ini Rie. Sama persis kayak komentarku ke Cak Marto, coba liat lagi deh.

Kalo tentang Jang Ja Yeon terutama fenomena popularitas di kalangan entertainer, aku memahami dan mahfum cara-cara memuluskan karir dengan cara penawaran kenikmatan tubuh.

Di Indonesia ada nggak yang kayak begini?

He he he, pasti ada, cuma baru terangkat beritanya sedikit langsung ditutupi. Masih ingat kasus perkosaan Muhammad Nazaruddin, bendahawan Partai Demokrat yang juga anggota Komisi VII DPR RI ke gadis Sales Promotion Girl di Hotel Aston Bandung, Agustus 2010 lalu?

Kasusnya tertutup korupsinya Nazaruddin, yang diangkat di pengadilan justru kasus-kasus suap dan korupsi. Kasihan korban, cuma jadi objek penderita.

Makanya nggak jadi laki nggak jadi perempuan memang harus kuat biar nggak jadi korban orang-orang biadab yang ngakunya beradab.

Dani Freaks said...

Hihihi.. ada protes terselubung di komen *mingkem*

Dulu aku taunya pelaku bunuh diri tertinggi adalah di Jepang, karena tingginya tuntutan untuk masuk sekolah atau perguruan tinggi yang bonafide. Sampai-sampai ada yang menerbitkan The Complete Manual of Suicide a.k.a Kanzen Jisatsu Manyuaru (based on wiki pengarangnya namanya Wataru Tsurumi).

Aku malah tau ada buku manual itu dari komik, dan pas browsing, buku ini ternyata beneran ada :D

Luqman Hakim said...

Ada kok Mbak Angky, cuma menurut subyektifku, MP makin lama belakangan ini makin nggak menarik buat ditengok, nggak tau kenapa...

Luqman Hakim said...

Ha ha ha, Dani bisa aja...

Luqman Hakim said...

Percaya apa nggak, komik itu justru jadi inspirasi utama perubahan dan kemajuan zaman. Banyak teknologi-teknologi baru diciptakan, inspirasi utamanya dari komik.

Wayan Lessy said...

Udah pernah baca buku ini, Dani dear?

Nahar Rasjidi said...

kalau patah hati bisa bikin depresi ya mas

Luqman Hakim said...

Di Kompasiana jadi headline, tapi tetep aja kompasiana nggak begitu menarik, banyak censorship-nya!

Klik tulisan di Kompasiana

Luqman Hakim said...

Ha ha ha, ya jangan atuh...

Dani Freaks said...

belum, mba Lessy.
Katanya di beberapa perfektur di Jepang buku ini dilarang *gak ada sensor dari pemerintah sama sekali*, tapi beberapa kali ada remaja bunuh diri, buku ini ada di sampingnya (wiki lagi hahhaha)

Mba Lessy udah pernah baca ya? *ndak bisa baca hiragana dan sejenisnya* :">

Dani Freaks said...

BETUL!!!

Bahkan di relief Borobudur adalah komik terbesar di bumi Indonesia :)

Wayan Lessy said...

Kalau ada tidaknya Voluntary Euthanasia, saya rasa tidak. Pak Harto adalah orang yang cukup perwira, jadi bukan type orang yg takut menghadapi hidup. TAPI, kalau kita membicarakan jenis Euthanasia lainnya, terlepas dari kasus Pak Harto, saya rasa banyak terjadi di Indonesia tanpa tersorot khusus oleh hukum.

Hmm..bukan sedang ngomongin kasus-kasus kesehatan yg kontroversial seperti 'pembunuhan' oleh tenaga medis kok mas..yg sederhana saja....berapa orang di Indonesia dari golongan ekonomi lemah koma, nggak punya uang untuk biaya berobat dan terpaksa dihentikan dari semua sistem penunjang kehidupannya di RS karena RSnya juga nggk punya biaya buat nalangin..
Atau...berapa banyak para pasien yg akhirnya berhenti berobat padahal diagnosanya adalah terminal illness?

Wayan Lessy said...

Iyah..termasuk bahaya karena menurut pemerintah, banyak anak-anak Jepang yg salah kaprah memahami konsep "bunuh diri" yg dimaksud oleh Samurai dan nenek moyang mereka dulu.
Dulu, bunuh diri ini merupakan "kekuatan" karena berangkat dari keberanian dan penyelamatan dignity orang lain (misalnya keluarganya, clannya atau negaranya)....sekarang malah jadi merupakan pelarian orang-orang yg secara personal lembek dan jadi "kelemahan" bangsa karen yg kena malah generasi muda.

Udah pernah lihat dan "baca" tapi gak ngerti...:)
di perpus lab nggak tersedia terjemahannya siy..

Dani Freaks said...

Aku sekarang yang penasaran malah sama orang-orang yang pada bunuh diri di mall
Tren baru?

.: Agung :. said...

ada macam bunuh diri ternyata...

Iwan Yuliyanto said...

Benar, memang banyak yg menentang.

Namun faktanya di beberapa negara Eropa spt Benelux (Belgia, Belanda, Luxemburg), dan Swiss serta 3 negara bagian Amerika Serikat telah mempunyai UU untuk melegalkan Eutanasia aktif. Eutanasia aktif jelas beda dg eutanasia pasif. Dg adanya UU ini yg melegalkan memberikan bantuan kpd seseorang untuk mengakhiri hidupnya, maka upaya tsb kini tidak lagi dinyatakan sbg tindakan melawan hukum (di negara - negara tsb). Tentunya ada alasan yg sangat kuat shg sampai dikeluarkannya UU Eutanasia aktif tsb.

Barusan mantengin wikipedia di sini: http://en.wikipedia.org/wiki/Legality_of_euthanasia

angky soemali said...

makin banyak yang dagang ya? :D *pengakuanseorangpedagang

sekali2 tengoklah kami di sini, Mas. buat tombo kangen

angky soemali said...

ini terjadi pada salah seorang teman di kantor. pilihan yang amat sulit ketika dihadapkan pada kenyataan biaya yang besar dan rasa kemanusiaan terhadap keluarga yang disayangi

Agam Fatchurrochman said...

Suicide solution - black sabbath atau ozzy ya? Lagune ora enak

Wikan Danar Sunindyo said...

wih ngeri ... baru baca, katanya suicide itu bisa menular mas ... apakah benar?

siUTUH Banjar said...

horor...
tapi apa bener dengan bunuh diri kaya harakiri itu bisa ngembalikan harga diri orang yang bunuh diri???

tintin syamsuddin said...

satu orang bukan ya? ozzy itu vokalis bs?

tintin syamsuddin said...

walah nongol2 temanya bunuhdiri.. :D

andreij eijkov said...

cuman gue masih lebih respek sama orang yg depresi terus bunuh diri dan mati dengan sukses ketimbang orang yg depresi tapi gagal bunuh diri dan takut mengulanginya atau ngerasa insaf ... secara psikis gue liat, mereka yg gagal bunuh diri trus takut mengulanginya itu seolah olah insaf dan berani ngejalani hidup padahal aslinya sebaliknya ... gimana mungkin mereka berani ngejalani hidup yg berat dan depresif kalo untuk kematian yg instan aja mereka gagal dan takut mengulanginya ... satir kan ... hehehe

Anik Miftah ^__^ said...

Baru ngerti dari tulisan mas Luqman kalau istilah bunuh diri ada macam jenisnya...

Marto Art said...

Euthanasia tuh kayaknya menarik untuk dilegalkan di Indonesia.

Kristin Halim said...

untuk diterapkan ke siapa Cak? ;)

Kristin Halim said...

semua tergantung pribadi masing2 orang berarti ya Mas Luk..kategori gampang depresi atau nga..walau orang2 dengan tingkat depresi yang tinggi asalkan di topang oleh lingkungan yang bisa meredam ke-depresi-an seseorang, saya rasa tingkat bunuh diri akan berkurang..ini semakin memperlihatkan betapa manusia makin tidak peduli dengan lingkungan sekitar-nya

Marto Art said...

ya ke yang memenuhi syarat untuk minta haknya. rasanya sih menurutku orang gak cuma berhak hidup, tapi juga berhak mati.

Wayan Lessy said...

Menarik? Apa yang cak Marto maksud dengan kata "menarik" di statement di atas?

Buat Indonesia, sebagai negara dunia ketiga, peraturan Euthanasia ini adalah peraturan "luxus".
Masih banyak yg urgent untuk dibenahi dalam perangkat hukum dibanding persoalan Euthanasia.

Tanpa dilegalkan pun prakteknya passive Euthanasia saja sudah terjadi tanpa pengaturan hukum disebabkan oleh keadaan. Kalau dilegalkan,di Indonesia yg perangkat hukumnya ringkih, bukan cuma "loop hole" (yg dipusingkan oleh negara2 maju yg melegalkan Euthanasia dengan perangkat hukumnya yg sudah mapan dan transparan), tapi juga "drill hole" kali....

edited: tambahan (1) "Buat Indonesia.." (2) "...di Indonesia yg perangkat hukumnya ringkih..."

Wayan Lessy said...

kalau cuma ini sih tinggal menghapuskan hukuman bagi orang yg gagal bunuh diri saja. Jangan menyeret orang lain untuk membantu palaksanaan hak untuk bunuh diri. Begitu urusn nyawa melibatkan orang lain, maka bukan hidup satu orang yg harus dipikirkan.

Kristin Halim said...

sepaham sama Mbak Lessy...euthanasia itu melibatkan banyak orang dalam eksekusi-nya :(

Marto Art said...

Ya pasti menarik dari beberapa sisi. setidaknya sisi kontroversinya. he he he..
Sementara menurutku, setidaknya ada hal baru, pilihan baru untuk orang yg tersiksa ga mati2 misalnya.

Tentu saja. aku menyadari itu. Juga ragu apa orang2nya siap membahas itu, membuat undang2 yg ga punya basis tradisi moral kemanusiaan seperti Bushido, melainkan tradisi bela pati.

UU itu kelak juga agar ga terjadi praktik semacam passive Euthanasia dsb.

(Eh, loop hole n drill hole tuh maksudnya tolong kasih tahu dong. maklum utek ku cethek. he he)

Marto Art said...

Lho, justru itu yg menarik buat dibikin UUnya.

Gimana orang bisa dibiarkan dan harus hidup untuk menahan sakitnya bertahun2, bash dan busuk di tempat tidur ga bisa apa2 kecuali merepotkan sanak famili? Sementara dia sendiri gak mau menruskan kehidupannya.

Wayan Lessy said...

:))) udah kutebak ...emang seru sih bakalan..tapi kalau kontroversinya aja yg seru tapi pada akhirnya yg keluar peraturan yg cuma menguntungkan bandit, apa nggak tambah runyam.
Ngurus hajat hidup rakyat aja sepertinya masih repot sampai pada mau nggak mau mati jadi mati...

Marto Art said...

Les, tolong sadar, semua peraturan di Indonesia memng menguntungkan para bandit. kadang didesin malah untuk itu. kalo ga ada yg nguntungin, mereka cari celah tetep untung. he he he.

Tapi kita ga bicara eksesnya. sebab kalo lihat semua itu, pasti ga akan terbit satu UU pun di Indo.

Wayan Lessy said...

hehe..*senggol cak Marto sampek njomplang* gaya deh!..ngaku ngaku cetek..padahal udah tahu kalau aku banyak belajar darimu.

"Loop hole"banyak dipakai oleh orang hukum untuk hal-hal kecil yg ambigu tapi efeknya besar dalam pelaksanaannya.

Maksudku pakai kata "Drill Hole" itu cuma sebagai analogi aja. Asal samber tadi...buat membuat saingan yg gede dan merembet dari lubang2 kecil...jadi gede...kuhubungkan sama lubang drill Lapindo..*maksa* :P

maap maap ya kalo ada typo niy, aku musti segera pergi....padahal asik banget kayaknya ngendon di sini..giliran waktu sempit, kok ya ada diskusi gurih begini..

Iwan Yuliyanto said...

Sepertinya demikian ya, dan pada prakteknya sudah terjadi tanpa kita sadari :)
Contoh kasusnya sering kita baca berita dimana orang miskin yg sakit parah dipulangkan pihak rumah sakit karena gak bisa membayar DP berobat / rawat inap. Ditambah lagi kondisi orang sakit itu gak punya asuransi kesehatan. Jadi sudah jelas ada unsur kesangajaan di sana, yaitu menghambat perpanjangan hidup atau mempercepat kematian :)

Marto Art said...

Itu pembunuhan.

Hak mati datang dari yg mau mati, bukan karena terpaksa.

Bimo Pribadi said...

jangan sekali-kali ingin mencoba ya mas :D

Iwan Yuliyanto said...

ha ha ha ... i know. Saya hanya menyoroti pihak rumah sakit yg di satu sisi menolak euthanasia, tapi di sisi lainnya justru melakukan "pembunuhan" :)

Di negara maju yg memberlakukan UU tsb, Euthanasia aktif dilakukan bila penderitaan si sakit sudah gak bisa tertahankan lagi, sakitnya gak ketulungan, gak ada jalan keluar apalagi harapan hidup. Shg eutanasia aktif itu membantu pasien mempercepat menghentikan penderitaannya dan menghormati harapan penderita di ujung hidupnya itu. Namun demikian sudah harus bisa dibuktikan bhw sang dokter telah mengusahakan si pasien agar mendapatkan tingkat kesehatan yg setinggi-tingginya, jadi UU Euthanasia tsb telah disertai dg aturan yg ketat soal upaya pengobatan yg telah diberikan kpd si pasien.

UU Eutanasia hanya akan efektif jika sistem medik di negara itu benar2 maju dan handal, misalnya telah memiliki standar & etika kesehatan yg tinggi, jaminan asuransi yg memadai, ditambah lagi kualitas pengetahuan yg baik oleh masyarakat ttg hidup sehat.

Marto Art said...

Betul Bung!

Saya hanya ingin meletakkan keputusan pertama pada kesadaran keputusan si mau mati.

pertanyaannya adalah: Gimana kalo yg rusak adalah sistem kesadaran yg bersangkutan sehingga di ga bisa memutuskan mau yg mana.

mungkin diserahkan kepada seseorang yg amat dekat dengan dia, yg secara emosi dpt diipercaya?

Marto Art said...

jangan sekali2 mengalami berada pada situasi yg dilematik. tapi kalo berada di situasi seperti itu, dan memungkinkan secara hukum n teknologi, kenapa tidak?

Helene Koloway said...

Untuk hal ini, aku setuju, mas.

Di sini, salah seorang dokter sempat diajukan ke pengadilan, karena dituduh melakukan tindakan euthanasia, dan berakhir dengan diputusnya bebas. Dengan dukungan dari keluarga dan warga yang tahu persis kondisi si pasien.

dedy bagus said...

om Luqman ga berniat bunuh diri kan?hehe...

alhamdulillah, jd juara MPID Award 2011 ga membuat saya bunuh diri. justru membuat saingan2 saya pd bunuh2an hehe....

febbie cyntia said...

*nyengir aja deh*

febbie cyntia said...

nunduk

febbie cyntia said...

karena kurang seru topiknya
kurang greget, kurang bikin bergairah

febbie cyntia said...

di sensor?

febbie cyntia said...

tapi teteup aja komen2 disana ga semenarik komen2 disini

febbie cyntia said...

iya, knapa ga dibahas disini ya?

ganes th said...

Mengambil keputusan utk bunuh diri itu sungguh memerlukan keberanian yang luar biasa.. On my lowest level about 20 years ago I was about to do that, cutter already in hand... But I didn't had the guts to jump to the unknown.. :) (erwin)

Wayan Lessy said...

Hmm...
*mencoba mengunyah kalimat ini dengan baik*

Wayan Lessy said...

?

Wayan Lessy said...

Masih ingat dialog kita saat aku cerita kenapa ALK Indonesia dipertahankan aja sementara kapal-kapal selam luar negeri seenaknya aja melayang2 di dalam laut kita tanpa melakukan innocent passage dan kita gak bisa berbuat apa-apa buat ngejar bandit itu?

Walaupun saat ini nggak mampu meringkus bandit yg bolak balik berhasil masuk lewat pintu belakang, tapi aku tetap nggak ngasih mereka restu buat orang masuk pintu belakang. Masuk ya lewat pintu depan dan biarpun gembok dengan mudah dibobol mereka, tiap malem tetep berusaha ngegembok pintu dan jendela.

Wayan Lessy said...

Bagaimana kalau si pasien pasrah dan nggak fight dari awal karena sadar dengan kondisi seperti ini?

Wayan Lessy said...

:)
Nah, di sini sudah masuk ranah lain, yang tidak bisa digolongkan sebagai Active Euthanasia. Bahkan dalam kondisi medis tertentu, banyak yg menyebutkan ini bukan merupakan ranah Euthanasia.

Eksekusinya kasuistis.
BIsa dilihat bagaimana si pasien sebelum berada dalam kondisi itu. Apakah ada statement tertentu atau tidak yg menyangkut penunjukan orang lain sebagai pengambil keputusan. Kalau tidak, biasanya adalah keluarga terdekatnya yg atas kematiannya otomatis terkena akibat hukum (misal hukum waris).

Edited: perbaikan typo di kata "active"

Wayan Lessy said...

Boleh aku tahu nama kasusnya, mbak Helene? jadi penasaran sama kondisi dan duduk perkaranya.
Jadi dia (si dokter) diajukan ke pengadilan karena dituduh melakukan Euthanasia.
Kalau aku nggak salah mengerti, berarti, Perancis masih melarang Euthanasia ya, mbak?
Sependek pengethauanku, Perancis melarang Euthanasia namun menerapkan pengecualian untuk kondisi tertentu yg rinciannya cukup ketat.
Jika ya, memang harus ada rekam medis yg jelas disediakan oleh dokter untuk memenuhi kondisi yg ditentukan agar masuk dalam pengecualian itu. Dukungan dan informasi dari keluarga dan warga yg tahu persis kondisi pasien, dalam kasus diatas berarti dianggap sebagai bukti bahwa kondisi si pasien masuk dalam pengecualian itu.

Saya tidak tahu pasti apakah Perancis menggunakan istilah "pengecualian atas larangan Euthanasia" untuk "Passive Euthanasia"
atau istilah lain yg dianggap berbeda dengan Euthanasia tapi situasinya sering diartikan orang juga sebagai Euthanasia, yakni: AMD (Advance Medical Directive)

edited: tambahan "...(si dokter)..."

Wikan Danar Sunindyo said...

kalau euthanasia gitu hukumnya apa dalam agama islam ya? apa pelaku (si dokter) atau si korban yang dikenai hukuman, kalau misalnya yang menyetujui keluarga, apa keluarganya yang dapet hukuman, atau malah dapat pahala? :)

Marto Art said...

Gembok adalah UU. Sepakat.

Marto Art said...

Ada yg namanya negara untuk melindungi masyarakat yg ga mampu. kalo ga berguna. bubarkan saja.

Marto Art said...

Dalam islam atau agama apapun, Nyawa adalah hak tuhan. manusia properti Allah.

dedy bagus said...

diskusi yg berat antara KH. Marto dan Mamah Lessy....

dedy bagus said...

tumben agak bnr jawabnya hehe...

Marto Art said...

menurut mereka kan gitu Ded.





*bukan berarti gw setuju dan/atau suka.

Heri Hito said...

halooo man-temaaan... pa kabaaarrr... :D

*akhirnya menikmati tulisan Luqman lagiii

Marto Art said...

Baik..

*sekarang nunggu tulisan darimu.

Wayan Lessy said...

hwaa...bahasa Perancissss *menggelepar...soalnya nggak ngerti tapi suka denger orang ngomong bahasa ini*

Makasi ya mbak atas informasi dan masukannya. Aku juga udah lama bgt gak ngikutin Euthanasia dan Hukum Kesehatan. Dengan masukan mbak Helene aku jadi tertarik buat baca-baca lagi. Sekali lagi terimakasih ya mbak Helene sayang..

hyant zoe said...

aduh sadar kang! jangan bunuh diri yak
\

Iwan Yuliyanto said...

Untuk menambah wawasan & sudut pandang,
ada diskusi menarik, streaming dari Radio Nederland Wereldomroep (RNW), on air tgl 7~11 Jan 2012.

Belanda sudah memiliki UU eutanasia aktif dan hal tersebut sangat dihormati. Jika orang sudah tidak bisa lagi menahan sakit dan hidupnya menderita maka ia memiliki hak untuk meninggal dengan cepat.

Namun untuk meminta eutanasia dalam prakteknya tidak semudah membalik telapak tangan. Prosedurnya cukup rumit yaitu harus melewati komisi yang terdiri dari etik, kedokteran dan hukum.

Julia Maria van Tiel, dokter gigi yang tinggal di Belanda setuju dengan eutanasia aktif. Kendati demikian ia punya catatan yaitu jika pasien sudah tak tahan menanggung sakit dan keluarga nya sudah menerima dan melepaskan serta disetujui dokter.

Sementara itu Deden Setia Permana dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Belanda, tidak setuju dengan eutanasia aktif. Di Belanda diizinkan, padahal di Indonesia hal itu sulit dimengerti dan sulit dimasukkan ke dalam UU.

Debat pro kontra soal eutanasia dipandu oleh Bari Muchtar.

Diskusi yg menarik, durasi 30 menit, selamat menyimak:

Marto Art said...

Bagi yg tertarik dengan perbincangan ttg Eutanasia di sini, dipersilakan juga untuk menyimak diskusi yang berkaitan dengan link tendemnya di sini:

http://martoart.multiply.com/journal/item/143/Mari_Bermain_Api?replies_read=118

curious anonymous said...

tes

curious anonymous said...

Saudara Luqmanhakim, apakah saudara menerima pesan pribadi saya?