Saturday, August 16, 2008

Keimanan dan Atheisme [Sebuah Kontemplasi]

Saat Adam tersingkir dari Surga, peradaban manusia dimulai di bumi, di sini pula penyimpangan pertama kalinya mulai tumbuh. Aturan terpinggirkan, pembunuhan Qabil menjadi contoh generasi, kaum Luth menjadi tren sekarang. Entah siapa yang bertanggung jawab, hingga orang Yunani Kuno (2000 s.d. 300 S.M.) mengatakan “Sic Transit Gloria Mundi” (Betapa cepat lenyapnya keagungan dunia). 
 
Akal yang dipunyai berusaha menjangkau semua, namun tak semua dapat dijangkau akal. Lalu timbul pikiran yang lebih mendalam; filsafat. Dengan alat ini seakan-akan semua kegelisahan dapat terjawabkan.

Namun Tuhan tetap tersembunyi dan manusia semakin kehilangan diri. Descartes, Shang Yang, Benito Mussolini, J.J. Russeau, Hegel, Immanuel Kant, Nieztche, Karl Marx, Lenin semakin tertancap dalam sejarah. Faridud’din Attar, Jalalluddin Rumi, Hasan Al Bashri, bahkan Al-Hallaj pun menjadi semakin terlupakan. Tak salah apabila orang Islam yang berjihad menjadi terkutuk di zaman ini (Muhammad Iqbal; Parlemen Setan).
Ada yang terlupakan. Orang yang kurang mendalami filsafat akan dibawa terbang oleh atheisme, sebaliknya orang yang mendalami filsafat akan dibawa kembali kepada agama (Francis Bicon). Tetapi ada pemikiran tersendiri tentang Atheisme; pengakuan akan ketidakpercayaan adalah jalan menuju Tuhan. Para Atheis tak ingin orang lain tahu hubungannya dengan Tuhan.
Sempat terekam dalam sebuah riwayat di hadits Qudsi;
Alam raya tak cukup untuk tempat-Ku, hati manusialah singgasana-Ku.”

Hingga ada seorang darwis berdoa, “Ya Tuhanku, di tengah keinginan yang begitu banyak akan dunia, hanya satu keinginanku; Aku tak ingin punya keinginan itu.”

10 comments:

Marto Art said...

Komentar [bukan sebuah Kontemplasi]

Untuk Judul; Atheisme juga sebuah keimanan. Kalau yg dimaksud adalah keimanan ttg adanya tuhan, mustinya judul berbunyi; Theisme dan Atheisme. Itupun kalau hanya mau membicarakan ttg dua polar keimanan tersebut. Sementara masih ada setidaknya dua lagi yg similar untuk topik ranah ini; Nontheisme dan nonreligionisme.

Paragraf 1; Sudah langsung dimulai dengan bingkai keimanan (adanya tuhan, bahkan agama, bahkan islam), yang tentunya akan langsung ditolak oleh kelompok atheisme (kalau itu sebuah perdebatan).

Paragraf 2; "Akal yang dipunyai berusaha menjangkau semua, namun tak semua dapat dijangkau akal". Yah semua tahu itu. Dan seharusnya semua juga mengerti bahwa itu artinya bukan kegagalan akal. Nilai positif akal adalah selalu progresif terhadap upaya penyelesaian persoalan tanpa henti (termasuk pertanyaan ttg keberadaan tuhan-pun). Keimanan (yg agamis) jumud/mandeg.
"filsafat. Dengan alat ini seakan-akan semua kegelisahan dapat terjawabkan". Kalimat ini acap saya dengar dari kaum agamis mas. Padahal memang filsafat tidak harus menjawab. Filsafat justru hidup dari kompleksitas pemikiran yang terus berkembang, pun dengan yang berseberangan. Filsafat mati justru kalau dirinya berhasil menjawab sebuah persoalan. Inilah yang tidak dimiliki agama. Karena itulah filsafat justru semakin menarik minat umat manusia sebab hadir dalam setiap persoalan kesehariannya. Perkembangan kaum agamis (eropa awal) untuk mengantisipasi minat umat terhadap kenikmatan filsafat ini membuat mereka menciptakan filsafat versi agama. itulah awal tumbuhnya Theologi (Usuludin)

Paragraf 3; Kalau saja M Iqbal terus bisa mengikuti perkembangan dunia bahwa Jihad di jaman ini memang oleh sementara mujahid diartikan sebagai bom bunuh diri, pasti akan ia revisi pendapat dia itu.

Paragraf 4; Ini bagusnya filsafat, bahwa seorang Marto Art pun boleh menentang pendapat Francis Bacon (sepertinya begitu nama beliau).

"Tetapi ada pemikiran tersendiri tentang Atheisme; pengakuan akan ketidakpercayaan adalah jalan menuju Tuhan. Para Atheis tak ingin orang lain tahu hubungannya dengan Tuhan. " Kalimat bernada klaim ini bisa aja ditentang habis oleh kaum atheis.

Paragraf terakhir; Kalau aku kutipkan pernyataan Sokrates mungkin akan terpikir olehmu betapa ada ruang paut antar keduanya, sebab amatlah mirip; "Semakin orang banyak tahu akan sesuatu, semakin banyak yang ingin ditanyakan".

Oh ya, Itu doa seorang Darwis, bagaimana ya bunyi doa seorang Darwin? he he... Peace Man...

Luqman Hakim said...

Tulisan ini sebenernya tulisan tahun-tahun aku di Jokja, tulisan belasan tahun silam saat skeptikal yang hadir atas ragam pertanyaan dan peran manusia itu adanya. Ah, romantis sekali kesoktauan pencarian itu, sampai kinipun jawabannya masih di sana, "the truth is out there"...

Tapi aku percaya, setiap manusia pasti punya keyakinan akan satu kekuatan yang menyelubungi kehidupan ini, kekuatan yang menjaga harmonisasi, yang dalam bentuk lain dinafikkan dalam bentuk atheisme. Muncul agnostik, meski tak bisa langsung disamakan dengan atheisme, tapi balik ke sifat dasar manusia yang saling membutuhkan, tak pernah bisa berdiri sendiri, kelemahan-kelemahan ini pula yang mengantarkannya pada jalan Tuhan...

Sulitnya, jujur untuk hati ini meski dalam konteks monolog sekalipun...

Marto Art said...

"tapi balik ke sifat dasar manusia yang saling membutuhkan, tak pernah bisa berdiri sendiri".

Itu akan menciptakan hHumanisme Man, dan belum tentu;

"kelemahan-kelemahan ini pula yang mengantarkannya pada jalan Tuhan..."

Luqman Hakim said...

He he he, dan aku akan tetap tersenyum dalam perbedaan pendapat ini, sambil ngopi bersama di salah satu warung angkringan di Jokja, atau di salah satu Warung Tegal di Jakarta, di tengah riuh rentaknya kota bersama Mas Marto...

ieyin g. ishar [Ai] said...

Dalem banget kak.. :-)

Luqman Hakim said...

Nggak dalem, cuma ngaco...

joey tea said...

Terlalu dalem sampai jadi ngaco, ato terlalu ngaco shg jadi dalem?? :)

joey tea said...

Terlalu dalem sampai jadi ngaco, ato terlalu ngaco shg jadi dalem?? :)

Luqman Hakim said...

Dua-duanya benaaaarrr! Ha ha ha...
Banyak darwis yang menemukan jalan Tuhan dengan cara yang keblinger.
Banyak juga darwis yang menemukan jalan Tuhan dengan cara yang dalam.
Every science, started by philosophy, ended by art

Emaknya Lituhayu Manika said...

Dalem banget.. Jd inget puisi Rumi