Saturday, August 2, 2008

Matinya Seorang Pemabuk

Diceritakan dalam satu riwayat, ada seorang pemabuk di Bashrah yang mati. Orang-orang daerah situ yang mengenal tabiatnya tidak ada yang mau membantu menguburkan karena moral yang dianggap rusak bagi masyarakat setempat.

Sang istri kesulitan mencari orang yang mau mengurus mayat suaminya hingga ia mengupah tukang pikul untuk membawanya ke masjid di daerah itu. Namun sesampainya di sana tak ada seorangpun yang mau menshalatkan jenazah mayat suaminya. Dengan perasaan sedih sang istri menyuruh tukang pikul untuk membawa mayat tersebut ke hutan untuk dikuburkan di sana karena tanah pemakaman umum juga tak mau menerima.

Di dekat hutan, ada sebuah bukit yang didiami oleh seorang zahid yang terkenal sebagai pertapa. Tiba-tiba zahid itu turun dari pertapaannya untuk menshalatkan jenazah mayat si pemabuk. Berita itu pun tersiar luas sehingga banyak orang yang berdatangan untuk ikut menshalatkan jenazah mayat si pemabuk.

Orang-orang merasa takjub terhadap zahid, karena ia menyempatkan diri turun dari pertapaannya, menshalatkan jenazah mayat yang dianggap mereka sudah sangat rusak moralnya hingga orang lain jadi ikut-ikutan menshalatkan jenazah mayat si pemabuk.

Bertanyalah orang-orang itu kepada zahid, "Mengapa engkau menyempatkan diri turun dari pertapaanmu untuk menshalatkan jenazah mayat ini?"

"Aku diperintahkan turun ke tempat ini karena ada jenazah orang yang telah diampuni oleh Allah SWT. Sedangkan di situ tak ada seorang pun yang ridha kepadanya kecuali istrinya," kata Zahid.

Orang-orang bertambah heran mendengar keterangan zahid itu, karena mereka yang mengerti tabiat dan kelakuan si pemabuk menganggap orang itu sudah rusak moralnya. Dalam anggapan mereka, pastilah Allah SWT telah menjauhkan si pemabuk itu dari rahmat-Nya, namun anggapan itu malah berbeda dengan si zahid.

Zahid yang tidak mengetahui perihal semasa hidup orang yang dishalatkan jenazahnya, bertanya kepada istri si mati, "Apa yang dikerjakannya semasa ia hidup?"

Sang istri menjawab, "Sebagaimana yang diketahui banyak orang, sepanjang hari sepanjang waktu, di kedai minum ia hanya sibuk mencekik botol khamr dan mabuk-mabukan."

"Apakah ada amalnya yang baik?" tanya zahid.

"Tidak ada. Hanya bila sadar di waktu Shubuh ia segera mengganti pakaian dan berwudhu, lalu Shalat Shubuh. Kemudian ia kembali lagi ke tempat khamrnya. Hanya saja di rumah tidak pernah kosong dari satu-dua anak yatim yang sangat disayangi melebihi anak kandungnya sendiri.

Ada kalanya bila ia tersadar, ia menangisi dirinya sambil berkata,

Ya Allah ya Tuhanku, di Neraka Jahannam manakah yang akan Engkau isi dengan pemabuk hina macam aku ini..."



Illustration: "Dream Bottle", Husam Elfaki


16 comments:

d . said...

karena hatinya baik ya ka lukman ...

Marto Art said...

Karena masuk neraka itu jauh lebih susah birokrasi n prosedurnya.

Luqman Hakim said...

Nggak ngerti aku Din...
Baik | Jahat, semua manusia punya...

Luqman Hakim said...

Ha ha ha... Aku suka banget komentar ini!
Dehumanisasi!

Marto Art said...

Bayangkan n coba catat betapa sayangnya Tuhan kepada kita;
Ketika minum, belum tentu mabuk. ketika mabuk, belum tentu merugikan, ketika merugikan, belum tentu merugikan orang lain, ketika merugikan orang lain, belum tentu merugikan orang banyak, ketika merugikan orang banyak, dia mendapat hukuman dunia, jika tidak, dia baru masuk hukuman ahirat.

Di forum akhirat Tuhan bertanya kepada Malaikat, "Sudah diHisab semua?" "Sudah Gusti" jawab Malaikat. "kalo gitu coba seleksi lagi, cari yg masih menyisakan iman di dirinya". Malaikat heran dan bertanya "Dah ga ada lagi di antara mereka yg nyebut namamu ya Allah?". Allah menghardik, "Buruan, sebelum gosong, angkat mereka yg tauhid meski tak kenal namaku!" menyisir neraka dan mendapati para penganut monotheisme. "Beres Tuhan, penghuni neraka tinggal kaum pagan, abangan, para penyembah berhala". "Lho, ambil mereka juga! setidaknya mereka punya konsep tentang aku" kata Tuhan. Malaikat heran dengan itu, tapi dia memang mahluk yang taat, maka rombongan itu diangkat juga dari neraka. Malaikat melaporkan kerjanya dengan nafas lega, "Sudah semua Tuhan, biar kaum atheis yg tidak percaya kepadaMu dan kaum Agnostik yg ga peduli keberadaanMu merasakan azabMu". "cepat, cepat, ambil mereka. setidaknya mereka punya rasa kemanusiaan, humanisme, dan biarlah, toh mereka tidak melakukan heresy n blasphemy kepadaku". Malaikat ngabur lagi ambil sisa-sisa yg di matanya adalah para pendosa itu dari neraka. "Beres Tuhan, tinggal mereka yang suka heresy n blasphemy kepadaMu. biar tau rasa mereka". Tuhan geleng kepala dan berkata; "MalaikatKu, apakah kamu ingin seperti golongan mereka?" Malaikat sontak menjawab, "Jelas tidak dong". "Kalau gitu, janganlah sekali-kali kamu menganggapku bukan Maha Pemberi Maaf dan Ampunan! Ambil mereka juga!"

Itulah kenapa saya yakin kelak neraka bakal sunyi.

Luqman Hakim said...

Wah, ulasan yang menarik Mas...
Sama kutip lagi kontekstual Friedrice William Nietzche (1844-1900) yang pernah saya tulis juga di-blog ini (KLIK DI SINI):

Nietzche telah membunuh Tuhan dan mengumumkan ke seluruh dunia bahwa, "Tuhan sudah Mati!"
Tak lama Nietzche mati dan di sampul depan sebuah jurnal filsafat tertulis, "Nietzche sudah mati!” tertanda, Tuhan.


Bakal panjang diskusinya kalo kontekstual mengenal Tuhan itu cuma pada 'kepamrihan'. Pahala & Dosa juga Surga & Neraka. Susahnya, kita semua belajar mengenal Tuhan itu selalu dalam konteks 'kepamrihan', dari kecil diajar guru ngaji ya cuma itu, berbuat baik berpahala, berbuat jahat berdosa, orang yang banyak pahalanya masuk surga, orang yang banyak dosanya masuk neraka. Rabi'ah Al Adawiyah menularkan paham habibullah, kecintaan, beberapa tokoh sufi juga begitu. Mencintai seperti tak kenal henti...

muhammad rajabhulu said...

ceritanya kayaknya sedikit ngaco, soalnya literatur ndak jelas gitu, asal muasal dari mana?
Trus juga Si pemabuk biasanya alam bawah sadarnya ngak mungkin bisa berdoa kpad Sang Kholiq, UAaa..Neh.

Marto Art said...

kalo kasih komen pas sadar aja mas, kasian yg nulis. plis

Luqman Hakim said...

Saya pernah baca di buku terjemahan kumpulan kisah sufi,ada literaturnya lengkap ditulis di situ dan sayangnya kealpaan saya yang nulis di sini.

Mengenai Pemabuk yang dalam alam bawah sadarnya nggak mungkin berdoa, ini memang bisa relevan, di mana tanda-tanda tak syahnya shalat juga dalam keadaan mabuk, batalnya wudhu juga dalam keadaan mabuk. Tapi setidaknya esensi bahwa Tuhan itu Maha Penyayang itu yang mau diangkat, bahwa seorang pemabuk saja masih bisa disayang Tuhan, apalagi yang tidak mabuk?

Mengenai koreksi cerita secara keseluruhan, makasih banyak Mas Muhammad, cambuk buat saya menuliskan secara literatur yang lebih lengkap lagi...

Luqman Hakim said...

He he he...
Dinamika Mas Marto, beda pendapat itu biasa dan anugrah... Biasa saja.

Marto Art said...

Orang suci macem ginian pasti gak pernah mabok n sok teu psikologi kesadaran (ataupun bawah sadar) -nya orang mabok.
Ya okay-lah, kalo si pemabok ga sadar, rasanya tuhan selalu sadar deh. Toh tuhan maha tau apa yang diucap, pun tak diucap mahluknya. Ga perlu ngedikte tuhan lah dalam berdoa.


(kecuali tuhan dah tepar dalam dua putaran... he he..)

Luqman Hakim said...

Kalimat terakhirnya itu lho, ngedikte Tuhan...
Hiks! Makin dalem aja Mas...

Purwadi Nugroho said...

yg selalu menarik adalah mencermati para manusia yang selalu berusaha menjadi tuhan
hingga akhirnya sampai di fase berusaha mendikte tuhan itu sendiri

*sorry luk...gw lg mabok...jd jgn dianggap ya komen gw ini

Luqman Hakim said...

He he he...
salah, pasti gw cermati lah! Setuju banget tuh, manusia pengen jadi tuhan dan di film City of Angel pun utusan tuhan (malaikat) malah ingin jadi manusia.

Mabuk? Halah! Darwis itu sering mabuk dengan minum anggur dari cawan kebesarannya. Permasalahannya di sini, jangan diartikan harfiah anggur, cawan dan mabuknya itu...

Yassin Ramdan said...

Subhanallah....

budi raharjo said...

wahhh..berita gembira nih om (",)